Senin, 29 Maret 2010

"membongkar" makna rakyat

Suka pakai nama rakyat? Ya, itu karena kata ini paling lazim dilidah para politisi. Sedikit-sedikit pasti pakai kata rakyat. Atas nama rakyat, dengan nama rakyat, ini persoalan rakyat. sedang mengurus rakyat. Alhasil kita memang cenderung terkecoh oleh sebutan ini. Terkecoh bukan karena tak tahu arti kata tersebut, tetapi ada kecenderungan pelecehan makna dan maksud ketidaksungguh-sungguhan penggunanya.Masih kuat dalam ingatan saya bahwa dalam pelajaran civic saya sering diperkenalkan dengan kata "warga" ,tidak dikenal kata ini. Pada pelajaran ini kata "warga", seterusnya menjadi kewargaan,kemudian terkait dengan negara maka kata tersebut menjadi "kewarganegaraan".Mengapa cenderung pelecehan makna? kalau ditinjau dari segi makna obyektif, kata rakyat itu abstrak. sukar ditebak secara kuantitas, apalagi kualitas. makanya begitu gampangnya kita menggunakan kata tersebut tanpa nalar yang logis. siapa sebenarnya rakyat? Atau dengan pertanyaan "rakyat yang mana?" Selanjutnya, mengapa dapat dikatakan bahwa penggunaan kata rakyat ada maksud ketidaksungguh-sungguhan penggunanya? Karena dari segi obyektivitas, kata ini menjadi tak terhingga (baik benda, ruang dan waktunya). Maka kata ini secara akuntabilitas tidak terlalu perlu dipertanggungjawabkan obyektivitasnya.coba perhatikan contoh ini : rakyat sekolah, rakyat kampus, rakyat partai, rakyat organisasi, rakyat rumah sakit. apakah ada nalar yang "menyalah"? selain kedua hal itu, yang paling ekstrem, kata rakyat dimaknakan sebagai pembeda dengan dengan elemen lain dalam lapisan masyarakat. bahkan cenderung dikonotasikan bahwa rakyat adalah elemen terendah dalam lapisan masyarakat. jika konotasi ini benar, dalam prilaku masyarakat maka makna tersebut akan menjadi stereotipe sendiri. Dalam tafsir lain "rakyat" adalah ketika diperlukan sebagai "transaksi politik" saja, tanpa hubungan makna relasi dengan negara. Sebab, rakyat dan negara tidak punya hubungan langsung secara maknawi. berbeda dengan warganegara dengan negara. Analogi keduanya, seperti pembeli dan pelanggan. pembeli tak terikat dengan penjual, tetapi pelanggan punya korelasi dengan penjual.mari kita pikirkan kembali apa yang telah kita buat di awal berdirinya republik ini. Atau mari kita ke: warga sekolah, warga kampung, warga kelurahan, warga kampus, warga partai, warga organisasi, warga rumah sakit dan warganegara Indonesia. Kata warga tentu akan menunjukkan hubungan makna dengan pranata, lembaga atau institusinya. Sekaligus juga akan membentuk hubungan tanggungjawab antara pemimpin dan warganya. Cukup adil dan cukup beradab, tidak vulgar,apalagi melebihi barbar.Terima kasih, mohon dikoreksi...


by:zulkarnain siregar

Tidak ada komentar: