Rabu, 19 Januari 2011

(Telah Pergi) Si Oto Na Bisuk

by Zulkarnain Siregar on Thursday, January 20, 2011 at 1:38am

Boleh aku terbayang

dengan rautmu, abang?

"..dalam sebagian pikirku

ada kau, yang selalu

mengembara dari otak kiri ,

tengah hingga ke kanan.

dan menyuruh aku melihat

dalam tekun yang kau semai

di oasis itu.."

Boleh aku terkenang

dengan budimu, abang?

"..dari sebagian rasaku

ada larik-larik puisimu

yang menghentak-hentak

nyaliku, walau itu terangkai

kau jalin lalu menyuruh aku

mendengar kelembutan diksi

yang terjaga. tak mabuk

di telan aneka tabularasa.."

Boleh aku tersanjung

dengan bahasamu, abang?

"..dalam jatidiriku, kau ajar

aku kembali ke asal leluhur

yang menjaga rumah agar

tak berganti penghuni.tak

mengganti musim walau

angin barat deru-menderu

lewat segala cahaya indera

kuingat sekali pesanmu itu.."

hari ini,

usai aku terima pesan dari sms itu

hal kepergianmu yang kau sebut

telah berulang kali dalam Mayatku

kubaca Si Oto Na Bisuk

aku teringat dengan tak menghitung-hitung

lembaran uban di kepalamu. senja susut , waktu mengkerut.

Kau sendawa ketika lapar, dan lapar ketika kenyang

jadi saksi duka cita anak negerimu

@In Memorium

sajak buat : Si Oto Na Bisuk (Alm. Abang Z. Pangaduan Lubis)

oleh : zulkarnain siregar

setelah tadi 13.30 Rabu 19 Januari Tahun ini

Senin, 17 Januari 2011

sajak bohong

by Zulkarnain Siregar on Monday, January 17, 2011 at 2:01pm

bohong...bohong...

hong....hong....hong..

siapa yang berbohong?

tak satupun yang ngadu

ohoi...bohong-bohong itu

hidup selalu dari waktu ke waktu

sejak dahulu, tak pecah dipukul palu

( ai..mak kura-kura dalam perahu

sepertinya pura-pura tak tahu)

siapa pun mau begitu perlu

mengapa malu untuk mengaku

bohong...

bohong...

andai tak bohong lalu kata apa

bohong...bohong...

hong....hong....hong..

pun siapa tak pula berbohong?

konon tak pun ada yang ngaku

bohong-bohong bukan barang baru

yang selalu dijual di pajak-pajak sambu

dari harga seribu hingga puluhan ribu

mulai jam tangan hingga sepatu

di bawah payung bambu kuingat itu,

stasiun sudaco kotaku tempo doeloe

bohong...bohong...

hong....hong....hong..

bohong andai kau tak pernah

berkata bohong di siang bolong

siapa pun mau begitu perlu

mengapa ragu untuk mengaku

telah menyatu dalam

hitungan waktu,

dari zaman batu, perunggu

hingga milenium baru

bohong... bohong...

hong....hong....hong...

ada bohong di atas bohong

entah bohong untuk siapa?

by: Zulkarnain Siregar

Minggu, 16 Januari 2011

jeda tiga harkat

by Zulkarnain Siregar on Monday, January 17, 2011 at 9:24am

"...................."

lalu tafakkur

mencari tahu

siapa aku

"...................?"

kutanya indra

kelima-limanya

telah kemana

saja mereka

setelah dititip amanah

"....................!"

tiba-tiba aku tersedu

mata melihat tapi

tak lagi menyapa

telinga mendengar

namun tak kunjung

peduli

lidah berkata-kata

bahkan tak bermakna

hidung mencium

bau dan wangi tak

lagi berbeda

kulit berasa, tapi

tak peka cuaca

ssst

lagi koma

by : Zulkarnain Siregar

Sabtu, 15 Januari 2011

kemana muka ?

by Zulkarnain Siregar on Saturday, January 15, 2011 at 4:10pm

sempat kutanam setangkai harapan

di setiap ingatan dan tumpuan

agar tumbuh pohon keadilan

di taman-taman kebajikan

tak sirna ditelan zaman

walau kelaliman

terus merona

jadi pilihan

siapa

kita

?

sempat kusulam benang paradaban

lelah, kusut masai ditinggal zaman

pada setiap jalan dan kemauan

agar jadi selempang

keniscayaan masa

depan

tanpa terukur hanya

melulu kebendaan

walau kelaliman

selalu jadi pilihan

sempat kubayangkan segala jadi sirna

dari segala harapan cuma karena

kesia-siaan jadi perlakuan

kelaliman sebuah pilihan

bersimaharajalela

dalam kepala-kepala

yang tak dewasa juga

entah harus bagaimana ?

aku tertunduk malu

pada tumpah darahku

yang hampir kehilangan urat malu

di tengah-tengah era millenium baru

by : zs

Sabtu, 08 Januari 2011

lalu aku ragu

by Zulkarnain Siregar on Sunday, January 9, 2011 at 5:38am

seperti pesanmu

yang tertulis di buku harian itu

kutunggu kau di sudut jalan itu

di stasiun awall pernah bertemu

hingga berminggu-minggu,

sedikit pun aku tak ragu

akan pesan itu, akan dirimu

yang tak pernah merayu lalu

berjanji menggebu-gebu

tetapi.....

aku ragu akan kesetiaanku

masih tetap mampu menunggu

hingga waktu terus berlalu

dan tinggalkan aku, di pintu

stasiun yang menjadi saksi dahulu

by : Zulkarnain Siregar

malam tersipu malu

by Zulkarnain Siregar on Saturday, January 8, 2011 at 4:59am

malam-malam di jalan tak bertepi

seraut sepi sempat singgah dihati

menyambut hening yang ternanti

dalam hari-hari yang entah kapan

terus begini. aku mencari hati dari

malam yang hampir mati. Tak jadi

cemburu hari pada janji siang tadi

yang mengirim sepi pada seorang

lelaki melantun syair dari serambi

alunan sitar warnai perkusi menari

nari mengusir janji yang tak selalu

dimengerti oleh siapa anak negeri

ruang gulita tak lagi penuh suara

jalan diterangi seberkas cahaya ia

bulan sabit datang dari tenggara

kala september asoka dan anyelir

tak lagi bersemi mempesona rupa

rindu rupa memang susah diterka

malam sisih waktu untuk cemburu aku

pada bintang yang masih tersipu malu

dicumbu rayu, lalu aku merayu seribu

janji yang kau tulis dalam buku sakumu

di setiap bertemu aku tanpa ragu kuaku

dalam perjalanan waktu bahwa kautahu

aku tak mampu menghela pilu seperti

pungguk yang terus merindu. Jadi ragu

by : zulkarnain siregar

Jumat, 07 Januari 2011

merajut petaka, alam murka

by Zulkarnain Siregar on Friday, January 7, 2011 at 8:48pm

acapkali kau datang lampiaskan murka

menyeret aku ke lubuk-lubuk bencana

tak beri aku sedetik pun bernafas, meluluh

sekujur tubuh hingga lantak tak lagi tegak

dalam sekejap mata, sirnakan asa sekian masa

menggumpal di dada lumpuh tak berdaya.

apa dustaku padamu? kayu kurambah dari

ranting-ranting berpenghuni hingga batang

gelondongan yang bisu. tak pernah kupeduli

kuambil seribu, lalu kutanam satu, hari demi

hari lewati sungai-sungai yang tak lagi bertepi

lalu kujual dengan upeti agar bukit-bukit mati

suri sendiri, tanpa ara, jelutung, pinus, drini

tarbantin, pelangi dan trembesi yang menjaga

leluhur bumi menyatu dalam darah suaka satwa

lalu hulu pun silang sengketa, sisakan lelah tak

berdaya, satwa-satwa satu -satu tinggal nama

pada peta dan pelajaran bumi nusantara. kemana

harimau sumatera penjaga rimba? tiada taring

atau sudah berganti jadi mamalia kota, ingin

menerkam raga orang-orang tak berdaya tinggal

dikali-kali bencana yang dikirim dari hulu-hulu itu

entah mengapa kau tak merasa apa-apa

pada rimba-rimba yang pernah ada.

padahal seisi sakumu hingga istana

kaugali dari bukit-bukit di hulu sana,

melimpah ruah tujuh keturunan masa

masih juga bersisa, hingga kemana-mana

persis seperti air yang meluap-luap itu,

kaukata sebab hujan semata tak ada apa

apa yang terdengar dari berita, selepas

cerita dari mata ke mata bersama kolega

sembari minum kopi , sarapan roti mentega

lantas kalau datang bencana mau bilang apa?

by : zulkarnain siregar

Senin, 03 Januari 2011

kepalkan tanganmu

by Zulkarnain Siregar on Monday, January 3, 2011 at 10:58am

kepalkan tanganmu dan tinjulah dunia

agar jendela rasa tumbuh jadi semesta

sebab kau lelaki yang datang dari rahim

ibu yang tak pernah luka oleh duka apa

juga kurangkai nama-nama, sebagai jejak

dari orang-orang yang ada, bukan fanatik

semata lalu kau hidup lagi

seperti di zaman mereka.

tak jadi apa-apa !

...................

cuma di kepala

cuma kata-kata

sebab, aku tak tak tahu,

persis apa hari depan itu

jangan tanya aku

(disangka sok tahu)

macam apa semangat itu

jangan tanya aku

tentu tak secengeng lagu-lagu

kokoh seperti apa keberanian itu

jangan tanya aku

karena masamu

jauh melampaui nyaliku

lalu apa pemberontakan itu

tak tinggal dalam idealismemu

sampai punah dimakan waktu

lawan durja seribu berkelebat di kepala

kekang angkara murka yang sebahat di dada

terjang muka-muka yang menghalang rupa di depan

bukan dengan janji dan harapan yang berseliweran

di jalan-jalan

satu kata : hanya perbuatan

pesan dari hari depan

by : zulkarnain siregar

for my son : Ibal Pare ( Muhammad Iqbal Muadz Siregar)

Happy Birtday yang ke-19 (04012011)

Minggu, 02 Januari 2011

tanda pura-pura

by Zulkarnain Siregars on Sunday, January 2, 2011 at 3:55am

terasa harum melati yang tumbuh di bawah saga merah

nyelinap lewat sisir jendela kamar tempat kita memagut

bulan malam yang tinggal secuil menjelang dinihari tadi.

ada sisa peluh yang basahi setiap senta jendela ketika

pagi menyapa rupamu yang cerah dari perjalanan usia

tiada cela dan derita pun menyisakan suka juga bahagia

kadang aku tertanya pada setiap kuntum yang kunjung

tiba dalam semusim di depan rumah tanpa aneka warna

" masihkah malam-malam berpeluh dan basahi setiap raga

pada bulan secuil menjelang dinihari. penuhi rasa hampa

kamar tempat kisah dijalin bukan karena birahi kata-kata

atau pesona tubuh yang menggoda setiap jengkal naluri

peka. entah mengapa lalu tunduk pada fikir sesat semata"

oh...malam tak selalu durjana, malam tak selalu lahirkan sengketa

pada batin apalagi kata, kecuali kelakuan yang picu angkara murka

lalu dikemas basa-basi dalam sekadar cerita pengisi lakon sandiwara

ya..bohong selalu dibeli dengan tipu lalu dijual dengan segenap dusta

oh...malam tak selalu durjana, malam tak selalu lahirkan sengketa

sebab cuma kita tak hirau pada kata yang suka dicakapkan sejak semula

by : zulkarnain siregar

setengah abad dan sms itu

by Zulkarnain Siregar on Friday, December 31, 2010 at 7:07pm

00.12

selamat ulang tahun yah:)

semoga panjang umur

dimudahkan segala urusan

amin.

(si bungsu + girlfriend)

06.08

Selamat Ulang Tahun.

sukses buatmu

( 085262xxxxxx )

09.49

KITA HRS BISA HIDUP SEPERTI

MATEMATIKA =

"Meng x kan ...SUKACITA

Meng - kan ...KESEDIHAN

Me + kan ......SEMANGAT

Mem : kan......KEBAHAGIAAN

Meng " kan.....KASIH"

n semua berakar pada

K E J U J U R A N

( kolega )

10.21

Thn 2010 sudah berganti thn 2011

Hati para pemegang kekuasaan masih membatu

Kebudayaan hambar dan pengap

oleh dinasti kemunafikan yang zalim

Selamat bertahun baru

dan tetap tegar sebagai GARAM PERADABAN

Mari kita gelorakan semangat Revolusi Kebudayaan

( dari kun ang kun ang peradaban)

lalu aru tak patah di pucuk

karena angin menderu bersama pekat awan

menutup langit jingga

walau sesaat lagi malam tiba

teguh

teguhkan jiwa

menyapa cita

nurani semesta

By: Zulkarnain Siregar

01012011