Rabu, 24 November 2010

aku jadi tahu

by Zulkarnain Siregar on Thursday, November 25, 2010 at 2:26pm
Your changes have been saved.

entah apa kenangan itu tiba ,

mengajak aku tuk

mengeja masa lalu

saat kau ajari aku

melafaz satu

demi satu juz amma itu

alif, ba, ta, tsa di makhtab

samping rumah tetangga

dekat kebun kelapa

tanah wakaf keluarga

ketika usia masih belia

kenakan jaz dan sarung berikat pinggang

lobe puitih sedikit kusam, kau kemas waktu

setia datang ajarkan nahu, memulai kalam

dari kata hingga tata bahasa dan membaca

lalu tanamkan tauhid, mengenal khalik dan

makhlukNya yang esa tak boleh serikatkan

benda-benda hanya karena dunia

setelah usai cerita agama

tiba imla kau bertanya

di setiap penghujung kata

"siapa yang mau mengeja

alif, ba, ta, tsa anak-anak?"

"saya....Pak!

saya....Pak!

saya....Palk!"

semua ingin memulai

semua ingin memberi

semua ingin disayangi

guru mengaji yang tak bergaji

datang setiap hari ajari kami

jujur di hati bentuk budi pekerti

sesekali waktu ia ajari aku bang

untuk memanggil kawan-kawan

mengaji datang belajar sembahyang

lalu berhitung sebelum pulang

bila aku tak datang

dicari tahu

apa gerangan?

mungkin ada di ladang

lalu dengan sepeda

usang tak berpalang.

kau jemput aku

untuk bekali aku

masa datang

Pak Syam, guru mengaji

yang tak pernah bergaji

ajari aku jadi tahu diri

untuk mengerti hidup

tak melulu materi

by: zulkarnain siregar

25 Nopember 2010

buat : Pak Syamsuddin, guru mengajiku

di makhtab SPIK kuala tempo doeloe

Senin, 22 November 2010

lao mamuro

Pun kau manghalau burung dari dangau


ingat kau anggi dengan sepetak sawah

warisan ompung padaku di losung aek

dekat pertigaan jalan setapak menuju dolok

yang dirimbuni pohon hapea, haminjon di susur

pahae tempat rumah-rumah kampung

berkayu hitam dan coklat ketua-tuaan ?


ingat kau anggi letak sawah itu

tepat di tepi jalan berhadapan dengan

langgar kecil berdinding papan

tempat kau sering menyuci muka dari lelah

menanam eme di pematang yang bertingkat-tingkat itu?


ingat kau anggi bila tiba saatnya aku

sering terbangun tengah malam turun ke pematang

meronda air dari pancur , tetap mengairi sawah

agar pagi tak mengering hingga benih-benih melayu?


ada yang tak luput dalam ingatanku, tatkala

bulir-bulir eme mulai berisi , bernas hijau menguning

diterpa cahaya pagi yang terbit dari balik bukit itu

membuat segenap keluarga bahagia,

karena musim mamuro tiba

kisahkan canda mewarna suara ,

rentak dangau rupa siulan merdu mengayun

raga orang-orangan di banjaran pematang

halau burung-burung yang mencium harum padi

datang dari segenap penjuru arah mata angin


lalu aku raun mengayun talun-talun

menanti hingar suaramu yang mengalun

menghalau segenap burung yang berarak

meradang setiap pancang tegak terus bergoyang

lalu pergi menghilang ke gunung-gunung seberang


Ingat kau anggi, ketika pancang itu kau tarik

Lagu kaleng-kaleng kosong mengalun riuh rendah

Serempakan suaramu yang serak basah dari atas

Balai dangau bertiang bambu , beratap daun pelepah

Harambir yang tumbuh di pinggir-pinggir

Saba jae losung aek?


O …ale anggi rap ma hita lao mamuro


Oleh : Zulkarnain Siregar

saba jae : losung aek, simangumban

sebuah memoar

Kamis, 18 November 2010

dan pulangkan aku pada laut

by Zulkarnain Siregar on Thursday, November 18, 2010 at 5:44pm

angin lelah lalu cakar aku

dari celah mangrove puih piuh

merumbai di pesisir kampung

istana lama hulu Riau,

Jejakkaki menghentak titi kayu

Jalan setapak dan bau rumput

yang menggoda lantunkan

.rampak melayu tua di bekas

reruntuhan istana lama sultan

di hulu sungai kampung rebah

guratkan jejak di ujung rawa

lalu aku meracau bercumbu bakau

cemburu pada elang sambar

anak belanak dalam cengkram

kaki telanjang lalu terbang riang

tinggalkan rampak laut dipusar air

lalu riaknya berkerut-kerut di susur

sungai laluan sampan nelayan

menunggu jingga mewarna senja

mabuk aku pada laut yang membentang

juta khayali ditangkup rayu pulau-pulau

kata yang menyecahkan lidah makna pada

jilatan air jadikan api sukma membara membakar

jentera yang mengepul di atas singapura

lalu aku siuman

sebelum jingga memupus senja

di ufuk cahaya barat sana

jadikan laut sebagai tinta

menuliskan kisah melayu lama

yang tak habis-habis digerus usia

dalam gurindam sejuta rupa

dan pulangkan aku pada laut

yang selalu mengasuh keluh

jadikan teguh

by: zulkarnain siregar

catatan kenangan tanjungpinang

Selasa, 09 November 2010

jendela malam

by Zulkarnain Siregar on Tuesday, November 9, 2010 at 12:27pm
Your changes have been saved.

ada perempuan pencari wajah

berdiri dekat tiang depan beranda

tak seperti malam-malam sebelumnya

duduk bersama sambil bercengkrama

di antara para lelaki separo baya

diam-diam lalu memotret isi malam

yang tak begitu menyisakan rintik

hujan untuk mereda agak sejenak

biar waktu mencari-cari wajah

para lelaki yang dinanti datang

di sudut meja sayap kanan

vendor kopi tiam itu

tepat 20.30

siapa yang mengirim ia pada jendela

malam yang ditemani hujan rintik

membasahi jalan aspal hitam di sana

walau sakwa berkelebat entah apa

prasangka di kepala tatkala kamera

menuju sasar wajah siapa lelaki

pemimpi yang tiba dari surga

penakluk inspirasi kata-kata

seketika itu juga

tak dinyana mata tajam

menyala penuh tanda tanya

lantas berkata :

"entah gerangan apa?"

mungkin hujan menitipkan ia untuk

menghitung-hitung tanda petang itu

lewat lelaki paling sudut di meja kedua

jadikan tempat ia memulai cerita

tentang romantika warisan sejarah

yang jadi ornamen kota

yang tersisa dari masa lalu

dalam kenangan penuh makna

tak selalu tertera pada kamera

pencari wajah

walau blitz itu menyala-nyala

ia takkan menyapa-apa

siapa lelaki di kamera merah

yang diambilnya baru saja

karena cuma imaji belaka

lelaki itu bukan yang dicari

lelaki itu tak juga pemilik wajah

namun ia begitu percaya

ia lelaki yang menuliskan

tentang perempuan pencari wajah

dengan kamera handphone berwarna merah

dari setiap kata, pada jejak malam bermakna

melalui sajak sedikit bercerita

dinihari 02.35 WIB, 10 Nopember 2010

di buat oleh : zulkarnain siregar

Sabtu, 06 November 2010

kemana harus menepi

by Zulkarnain Siregar on Saturday, November 6, 2010 at 4:58pm

seperti malam ini

gegas aku becermin lagi

mencari ranting-ranting kata

yang terserak di wasior karena

terjangan bandang tiada kepalang

meradang tak terhalang, menghilang

lamat-lamat lelap ditelan pandang

hingga gelap tanpa kunang-kunang

pekat malam membentang

ingin ku berdiang dengan ranting kata

yang kupungut dari setiap petaka

sepanjang ingatan masih terjaga,

tetap tak berubah, seperti itu adanya

kalah tak berdaya dari sebuah

peristiwa

sebab itu

kembaraku dingin tak bertepi

sedingin bangkai hati yang terlempar dari diri,

hanyut diterkam tsunami sejak dini hari

tiada satu pun yang mengerti

lantakkan segenap mentawai

seisi tanpa pernah diwanti-wanti

hm.......bau anyir kian menusuk ke sumsum sendi

bukan karena tragedi yang bertubu-tubi,

pun bukan karena janji tak ditepati

atau bukan karena negeri mati suri

tapi abai penghormatan manusiawi

hingga nyawa tak begitu berarti

buat negeri pernah penuh pekerti

lalu jadikan malam-malam hening,

tangisi sepi tak henti-henti,

hingga merapi pun

ingin menjemput

seluruh saksi

bisu tadi

kemana harus menepi

zulkarnain siregar

05 Nopember 2010

Jumat, 05 November 2010

Nanda..ku (si anak panah)


pergi...
pergilah anakku
...sebab dunia di luar sana
adalah bukan duniaku lagi
seperti apa, sekarang di kepalaku
seperti apa, terbayang olehku
seperti apa, kualami hari ini

nanda....anakku
masa tak selalu sama
walau kadang bagai berulang
walau ia kadang menjenguk
walau pun terus menyapa
namun itu hanyalah asa
yang terus kusemai
padamu helai demi helai
masa yang tersenyum
lalu terus menumbuh
bagai bunga di taman
yang mewarna, merona
bagi hari depan

by: zulkarnain siregar

Medan, 04 Nopember 2010

Kamis, 04 November 2010

dendang ombak

by Zulkarnain Siregar on Thursday, November 4, 2010 at 4:59pm

angin laut bawakan biduk

melaju di dendang ombak

arungi petang merangkak

hingga dermaga berjejak

pun sempat kukecup deru angin yang ingatkan aku pada seorang gadis belia putri melayu jelata

bersahaja, bukan keturunan raja, pandai berpantun dan merawat kata agar hati sesiapa tak jadi

cela.konon rayu tak memilih sesiapa untuk menyapa lewat helai-helai kata yang mengalun lembut

dari bibir angin laut di sepanjang petang jelang malam.

pun sempat kuhela dendang ombak yang membawa biduk hingga dermaga, tatkala senja ingin sua

terbayang di benak segala laku yang memesona kala belia tersenyum seadanya tanpa direka-reka

raga siapa yang tak menanti nyana? ia berbaju kurung dan berselendang rupa tanpa polesan warna

kayak menyala-nyala diantara gadis putri melayu sama jelata.

pun kusampaikan pada laut yang menghadang setiap jengkal rinduku tentang harum rambutmu yang

hitam panjang sebahu dari haluan biduk ini sebelum angin membawaku ke tepi. sebelum biduk merapat

ke dermaga. lalu kutuliskan juga puisi seadanya pada sekuntum seroja yang pernah kau letakkan dekat

jambangan di meja kamar kita berdua. saat kau inginkan agar setiap kata jadi bermakna.

lalu biduk merapat ke dermaga

menambat tali pada penyangga

membuka helai demi helai cerita

jalin makna melayu tak berkasta

itu awal bahasa cerminan bangsa

by : zulkarnain siregar

awal nopember 2010

buat siape saja ingin menyape

Selasa, 02 November 2010

rindu melayu awal merayu

susur sungai riau ke hulu
mencari asal bandar awal
kampung rebah itu dahulu
jejak istana sultan tinggal

dari penyengat lalu ke bintan
dengan biduk labuh ditambat
titian isyarat melayu kuantan
pepatah disusun di balai adat

sejak dahulu malaka ternama
puan dan tuan masih teringat
walau melayu pemula bahasa
marwah negara dijaga hormat

sultan riau melancong ke johor
mencari permata intan baiduri
beribu pantun negeri kesohor
perawi gurindam Raja Ali Haji

hulu riau hunian pulau beribu
rumah berdiam puak-puak ulu
tepak dan sirih pemula melayu
adab dan santun perisai maju


tanam bakau di selat panjang
benih dibelikan para saudagar
ingat melayu di tanjungpinang
purna perangai adab berakar


oleh : Zulkarnain Siregar
peserta TSI III Tanjungpinang


buat : Ibu Tati (Walikota yang penyair) dan Pak Sani (Gubernur Kepri)
Bang Akib (Kadis Kebudayaan & Pariwisata yang penyair)
Bang Hoesnizar Hood (juga penyair)

terima kasih yang tak terhingga atas layanan dan perhatian selama acara berlangsung. Sukses Buat Tanjung Pinang . Bravo...