Jumat, 30 April 2010

Nol atau nihil ?

hampir semua angka mengalir ke sudut itu
sudut yang tak bergaris namun jadi tumpu
samudera bilangan, ukuran manusia mampu
menghitung satu satu noktah cahaya lampu

lalu...

untuk tak memanggil jentera yang padu
dalam figura belantara bianglala yang biru
angka mengalir pada kurun waktu tertentu
sesaat nada lagu jadi sangat tidak merdu

begitu pun.......................
...............

setitik zarah terkena percikan cahaya memancar
membuncah jejak mengisi selasar sebagai tanda
pada hitungan tak terhingga. karena melingkar
untuk tanda setelahnya, amboi kutau itu raga

Lalu...

kuasa manusia ada dimana...................?

pada raga ?
pada angka ?
atau tidak pada apa-apa?


by :zulkarnain siregar
awal Mei 2010

Rabu, 28 April 2010

Etalase Mimpi

Mari kemari akan kujual mimpi
Mulai pagi hingga pagi kembali
seperti demokrasi akan sejati
rupanya di belakang ada upeti

Maulah mau akan kubeli mimpi
mulai dini hingga dini kembali
lalu kubayar tunai dengan janji
hasil korupsi bagi-bagi premi

Mari kemari akan kujual mimpi
Mulai pagi hingga pagi kembali
Siapa pembeli pasti tiada rugi
Sebab sejati diri tak perlu lagi

Maulah mau akan kubeli mimpi
Mulai dini hingga dini kembali
Walau tak sesuai dengan hati
Tetap dilakoni tuk capai materi

Mari kemari akan kujual mimpi
Mulai pagi hingga pagi kembali
Walau tak pasti siapa pembeli
masih saja tivi menayang dengki

Memang beginikah kodrat ini negeri
Selalu dihuni manusia-manusia peri
yang sukanya menanti-nanti mimpi
para sakti hingga perguruan tinggi

Mari kemari akan kujual mimpi
mulai pagi hingga pagi kembali
walau janji-janji busuk di bumi
tapi pencuri berdasi aman di sini

Mari kemari.....sebab
ini negeri etalase mimpi



by: Zulkarnain Siregar
dini hari awal 29 April 2010

Aku ku pada-Mu

kubaca seluruh aku yang telah jauh mengayuh
dari-Mu mengembara kaku mencari batu-batu
yang tak tentu, untuk tahu menahu sesungguh
dengan kecamuk ragu dan lilitan belenggu rindu

walau dalamnya sanubari tak menjanji, ada kaji
tentang hati yang bertasbih pada dinginnya pagi
karena telah tercurah pada angin yang mendaki
tuk jeda hitamnya awan jadikan hujan sore tadi

Lalu,

aku ingin berlari tuk mencari bayangan itu dari
seluruh aku, lalui hati, jiwa hingga ke raga ini
yang dulu selalu berdiri kaku tiada pula sejati
untuk temukan janji dari naifnya hati yakini diri


ingin ku berlari walau dalam hitungan waktu
yang sesaat nanti tak tertinggal di sisa ragu
ketika seluruh aku yang telah jauh terjatuh
dalam belenggu peniadaan aku ku pada-Mu


by: zulkarnain siregar
28 April 2010. sebuah renungan

Senin, 26 April 2010

Takkan kulupa jalan menikung di ujung bukit itu

Sayup-sayup terdengar andung ni hasapi yang serasa
memenuhi pagi biru lewat bibir jendela tak berbirama.

Ada kenangan yang membawa aku ke lalu,yang tua
sekali tatkala mengakhiri desember di suatu selasa

sekelumit rupa dan raga ingat leluhur tempat benih disemai
awalnya akar,tunaskan batang jua rindangnya daun menjulai
sekira mampu meneduh hati sesiapa yang memainkan serunai
tuk dendangkan bahagia kembala kerbau bergurau pada murai

Sepertinya....

selalu ada yang kuingat ketika di ujung bukit itu
sudut jalan menikung dipenuhi rimbunan bambu
dengan sebuah rumah kampung tiada berbatu
dan warna-warna kayu yang terasa pekat melulu

di rumah itu benih disemai dengan holong ni roha
untuk rupakan tungku nan tiga, Dalihan Na Tolu
yang lalu ajari aku beradat guna tumbuh adab jiwa
dengan merenda citra kahanggi, mora, anak boru

Kemudian..

ada yang membuat aku mengulang masa lalu
ketika aku mencari makna itu di balik tungku
yang dulu begitu menyatu tahu bersama selalu
untuk mendendangkan amanat Dalihan Na Tolu

Mungkin ....

Itu yang membuat takkan kulupa jalan menikung di ujung bukit itu

tempat aku pernah menitip rindu pada leluhur di rumah tiada berbatu



by : zulkarnain siregar
26 April 2010. huta ni roha

Jumat, 23 April 2010

Kuingat Ketika Kau Ajari Aku Bersahaja

tak pernah terbayangkan kau hadir dalam hidupku tanpa teka teki
setiap rangkai kata yang lugas membuatku bersedekap berhari hari
liku laku yang tulus itu tak membuat keraguan bersemayam dalam hati
janjimu setiap waktu kautunai untukku membuat rindu ada menjadi

bolehkah aku mengingatmu?

kuingat ketika kau jemput aku dalam pengembaraan jatidiri
mencari tau siapa sesungguhnya aku yang tiada tau berdiri
lalu, kau tabur keyakinan sabarmu merawatku dengan jemari
walau tak sehari pun kau lalui begitu aku mengerti tuk berlari


bolehkah aku mendekapmu?

Begitu panjang jalan yang masih harus kutahu, lewat asah asihmu
namun tak jua penat, lelah dan jemu hadir menghadang kalbu
untaian senyum yang sesungguh, lupakan diri dari duka kelabu
sebab itu, kuingin menulis sajak ini sebagai bukti selalu bersamamu


bolehkan aku berucap padamu?


banyak buku yang telah aku baca sejak dahulu, ketika denganmu
lalu aku tulis bukan dengan tinta biru, walau kutau berakhir haru
di secarik kertas kucari dari laci yang lalu, tentang kisah terdahulu
dalam ungkapan laku saat itu ketika kau ajari bersahaja, kuingat itu


bolehkah aku meyakinimu?


sebab karena itu aku menjadi tau, apa rahasia lalu untuk bisa maju




by: zulkarnain siregar
sekelumit memori antara l985-l986 dalam asuhan asa darimu
disalin pada 24 april dua puluh empat tahun kemudian.
terima kasih, din...

Rabu, 21 April 2010

Perjalanan 3

aku jadi teringat dengan cerita nan lalu
ketika engkau berteduh pada sebatang waru
yang dahannya menjulai, tempatmu berpangku
tatkala menanti lajunya waktu bersama perahu
di ujung waktu

ada bilur yang membaku dari garis kening itu
isyarat pertanda ragu dalam menapak waktu
bersama angin lalu yang mengharu biru kalbu
jadikan bahu tak mampu menumpu episode kelabu

din....jangan kau rangkai simphoni rindu
lewat sajak unggu yang membekuk kalbu
tuk jadikan ragu pada pesta poranya sendu

lantun lagu merdu di buku saku untuk maju
tantang cerita lalu yang meringkih di kayu
tak berjejak, lapuk, lalu malu pada bayu


masih ada buku terbaru untuk menulis lagu
tentang harapan kalbu menunggu waktu
namun bukan ragu yang menuntun laju
jadikan tubuh kaku lalu hidup tak bermutu


Hidup cuma sekali waktu sesudah itu batu



by : Zulkarnain Siregar
23 April 2010 13.10

pesan terakhir lewat bias air mukamu

Sempat kutau makna pesan terakhirmu padaku tatkala
Siang itu usai kuantar kau ke tempat peristirahatan

Raut wajahmu tak seperti biasa, gumammu pun terasa
Sia-sia, padahal aku sangat mengenali raut dan gumam
Itu ketika waktu belum menjemputmu,untuk tak sekedar
menunda kata

Ada senyum yang terlepas dari biasa, coba kau tebar
Penuhi jiwa seolah cinta dan sepura suasana, namun
siapa tak membaca bahwa garis-garis bibir itu bukan
Sunggingan sungguh milikmu semula dalam ungkapan
Raga pada muka

Lalu, aku beranjak tuk maknai air muka
sebelum waktu menjadi batas nyata dan maya

Ketika kening itu mengerut , ada yang tak terbayang
Olehmu tentang mahkamah hati sedang mengadili
Jiwa yang terbelenggu oleh jeratan akal yang cukup
begitu lama kau perdaya lewat pengingkaran dan
pendangkalan logika, terlebih-lebih nistakan manusia
dengan kau tutup itu jiwa


Lalu, gumam itu ? bersuara riuh merendah, tak berirama
Tak bermakna dan terasa sia-sia. Sebab apa? Kau memang
Begitu mahir bermain kata, begitu pasih memilih diorama
Juga amat pintar merangkai fakta dalam singgasana kuasa
Yang terlahir tak cukup usia dari zaman kemarau akan jiwa

Hingga siang itu,
kuantar kau ke tempat peristirahatan, sebagai janjimu jua
pada tiga bulan pertama sebelum ruh dihembus jadi nyawa

Enyahlah..!


By : zulkarnain siregar
21 april 2010

Senin, 19 April 2010

perjalanan 2

di sudut petang itu, pernah aku bertanya padamu
tentang raut wajah lelaki yang telah hadirkan aku
dalam rahimmu, yang kau bawa lalui jalan berliku
penuh luka, tatkala waktu itu berlalu tersipu-sipu

ketika senja tiba menyapamu, kuusap kening itu
yang penuh guratan tanya, lalu kau simpan ragu
tuk untaikan semua rindu apa yang sesungguh
dari kalbu yang sejak dahulu tak selalu kauasuh

namun, kutau kau tak pernah akui itu adalah pilu
dalam riwayat waktu yang berlalu tuk jadikan ibu
bagiku.

namun kutau kau tak pernah lalui hari adalah sendu
dalam genangan kasih lelaki yang telah hadirkan aku
untukmu.

Begitukah? waktu ternyata telah menyita rasa suka
yang juga ada di sela-sela jendela tempat asa berada
ketika kata menjadi begitu bermakna pada bentara
raga yang tinggalkan cinta pada gemuruh di dada

dari asih tangan lembutmu kau asuh ayunan cita
lalu karena tiada, kau lepas asahmu dari kata-kata
kutau itu bukan perangaimu dalam menyusun etika
tuk lalui jalan berliku hingga bisa umpama biasa

ibu, pernahkah terbayang olehmu betapa rinduku
pada lelaki yang telah hadirkan aku dalam rahimmu

ibu, pernahkah terpikir olehmu betapa rikuhya jiwa ini
karena tiada rupa yang merintis janji ketika tiba waktu pagi


by : Zulkarnain Siregar
19 Maret 2010 paruh tiga malam

Sabtu, 17 April 2010

perjalanan

di paruh malam ini akan kutuliskan sajak buatmu
tentang esok yang bermakna dan ceria

andaikan telah kau lalui semua sisi kelabu hari yang lalu
lupakan gelisah yang merayu cumbu
di jendela kalbu

Ungkapkan semua isi hati pada sepinya malam
walau ada rembulan dan tak seberapa bintang
rindukan angin agar tersiar ke seluruh negeri
merentang kabar lahirkan kehidupan hakiki

ketika sedang kutuliskan sajak ini, ada hal yang baru kumengerti
bahwa begitu panjang jalan yang kau tempuh,
begitu belukar semak yang kau rambah
begitu berduri setiap daun yang kau sentuh
tapi, tetap saja tangan angkuh
ingin mencampakkan
nurani hakiki mu
dalam keranjang masa lalu.

lalu, ketika sajak ini kan usai, ada yang ku tak mengerti
begitu pualamkah hati itu
dalam bejana duka yang penuh luka

yang kutau
kau bukanlah pualam
tapi segumpal daging
yang ada pada manusia.........juga biasa
yang bisa membenci, merindu, mencaci
dan apa saja...

lalu, pergilah ke samudera luas
bersama angin yang mengabar lahirkan kehidupan

carilah diri yang hilang hampir tak berjejak
dalam perjalanan riwayat
pada akte kehidupan

lupakan masa itu,
mari susuri perjalanan
yang masih panjang
lewat catatan yang tersimpan
di saku bajumu


by: zulkarnain siregar
18 april 2010. 01.00 dini hari

Selasa, 13 April 2010

Ada Kecipak Air yang Bersenandung Menyapa Anak-anak yang Bertelanjang Kaki

Kugenggam tanganmu di susur pasir itu
Sambil menatap laut lepas yang tak berbatas
Ada gemuruh ombak menderu dalam dada
Yang tak henti tatkala waktu larut
Bersama lajunya biduk nelayan

Kadang lalu itu begitu cepat,
hingga usia pun tiba
Bahwa ada gurau yang yang tak sempat
Menghias sua,
dalam jejak lebih dua dasawarsa
Hasrat panggilkan imaji mengembara mencari waktu
Yang lama telah ber lalu
Tersembunyi dalam buku saku itu

sepertinya
Bukan karena masa yang tersia-sia
Tapi
Ada suasana jiwa yang tak menentu
menjejak untuk coba bermakna
Pada perjalanan yang terhenti seketika


Kemudian...
Ada kecipak air yang bersenandung
menyapa
Anak-anak yang bertelanjang kaki
Asik bermain dengan alunan sendalu,
sembari
Mencari hati pada laut yang berjejak
Dengan bintang , kerang dan kepah
Di sepanjang pasir itu

Lalu,
Rimbunan daun ketapang
Tersenyum riang
Menyejuk jiwa dalam dekapan angin
yang membelai helai-helai rantingnya

menepi lah rindu ,
menepi..
sebab kau telah
membuat bakau menjadi tangguh
menjaga laut dari amarah
pada pantai

mari kita laju perjalanan yang terhenti

bukan dari rindu
atau gemuruh laut
tapi dari kecipak air yang bersenandung
menyapa
anak-anak yang bertelanjang kaki
asik bermain dengan alunan sendalu
bersama bintang, kerang dan kepah
di sepanjang pasir itu

lajulah menuju dermaga
bukan untuk bersinggah


medan 14 april 2010
by :Zulkarnain Siregar

Senin, 12 April 2010

silhoute pukul 6 tadi

pagi tadi
langitku membiru
ada semburat jingga di ufuk barat
berpendar mereka warna
sedikit mega menggantung
lalu mendawai di aras tenggara
tatkala terkirim pesan sebuah soneta

kucoba memahami distikon pertama
pembuka soneta ya... masih biasa
seperti yang kemarin
masih tentang keraguan
memilih antara
putih atau hitam

kulanjut menyimak distikon kedua
ada gurat masa lalu
yang begitu bermakna
pada ingatanmu
hingga mengubah laku
dalam keraguan memilih
hitam, putih atau abu-abu

pada terjin ketiga, sedikit bayangan
coba kau tebar dan sasar tentang
hasratmu memberi batas
antara hitam dan putih
dengan demarkasi

lalu, di terjin keempat kukenal karakter itu
sesungguh hati mencari jati
sebab kehendak yang kuat
tuk memisah
hitam kelam yang lalu
pada dinding keniscayaan
lewat bermula pada
semburat putih
sebagai tanda


di episode kuatrin, ada ceria asa
menembang-tembang cita
pada sejuta noktah
mewarna putih
tuk pupuskan hitam
dan buramkan abu-abu

pagi tadi,
kuyakin ada pesan
yang mewarna langitku membiru
ada semburat jingga di ufuk barat
berpendar
mereka warna
sedikit mega menggantung
lalu mendawai di aras tenggara

ya...
silhoute pukul 6 tadi
tentang putih
dari hitam nan abu-abu


mungkinkah..?


by : zulkarnain siregar
13 april 2010

Sabtu, 10 April 2010

Suatu Malam di Kopi Tiam Dr.Mansyur

apa yang tersembul dalam benak
ketika kerinduan akan dicecar
lewat dugaan kata
tentang sebuah kota
kelahiran yang hampir kehilangan
asa

Apa yang tersimpan begitu lama
dalam sebuah ingatan, konon
mampu menggugah suasana batin warga
merenda empati dan mewarna
pada bianglala cita

Terlalu bermakna pada Medan
tatkala sebuah kegelisahan mengalir begitu saja
dalam sebuah diskursus yang ringan-ringan
di ruang minum 7 x 8 Kopi Tiam Ong
sekedar merangsang karsa

Memang yang ringan-ringan
tak diinginkan hilang bersama angin yang
telah lama beranjak dari kota

Memang yang ringan-ringan
tak juga ingin sekadar terucap sambil menghirup kopi hangat
beserta camilan seperti layaknya
tamu lain

setelah itu.....
mari menoreh awal sebuah kota
dari ruang yang bernuansa Medan Tempo Doeloe itu
tuk jadikan
semua inspirasi...
bagi warga yang peduli


adakah....?



by:zulkarnain siregar
warga komunitas taman

Minggu, 04 April 2010

Padahal Pasang Telah Naik

kemana angin
sembunyikan ombak petang
padahal pasang telah naik ?

menatap ke laut lepas
namun.........
tak terlihat riuhmu menari
mengayun-ayun sampan nelayan
dan jejaring jermal di lepas pantai
juga sapa sendamu
yang kunanti
ketika kau
menghempas diri
di lingkar akar bakau


hari ini sepertinya
pasang kan naik
tak jua menanda kau ada
pupus rasa tiba menghela
mengapa
kau tak menyapa?

bukankah ada janji semesta
ketika samudera mengulum senyum
ada ceria ombak yang memberi kabar
pada darat bahwa angin tak selalu cemburu
walau ombak tak jua datang
karena pasang telah naik

mengapa...?

kulihat bakau telah merindu
sapa lembut angin yang membawa
kekasih ombak
tuk mendendang jerambai

namun...

angin tak jua tiba, bersama ombak , walau pasang telah naik
hingga petang itu pun berlalu tanpa memberi tahu



by : Zulkarnain Siregar
april 042010. 20.57 di