Jumat, 15 Maret 2013


Kumbang Hitam

menari...menarilah  dengan sayapmu
berputar-putar di selasar jendela rumah tua
menyusuri tiang-tiang berkayu cendana
hinggap, lalu kau mencium harum  kayu
penyangga kuda-kuda

kali ini kau tak ingin pergi
ke hutan-hutan jati yang luas di ujung pulau ini
sebab langit pagi telah mengirim rindu pada sepi
hari-hari ini kau akan menemukan hati
hari-hari ini kau akan memilih janji
hari-hari ini kau akan kembali
menemu kesejatian diri

dengung sayapmu menyentak hening
ketika suara-suara hampir tiada
ombak laut pun seperti mengerti
jalanan sepi, rumah bagai tak berpenghuni
desau angin yang menyapa dedaun pun telah pergi
semua kembali mencari diri
semua mencoba ke kesejatian hati
dari perjalanan yang hampir tak henti-henti

kumbang hitam lalu berhenti
di pucuk tiang selasar sebelah kiri
sembunyi dari mata-mata yang memperhati
lalu melebur seluruh diri dalam sepi

kumbang hitam tak ingin pergi
walau ada wara wiri di hutan jati ujung pulau ini
ia teguhkan hati  pada hari-hari yang sepi
pada hari-hari ia sempat  menemukan diri
walau itu jalan sepi yang tak dimiliki pemilik janji
walau ia harus sembunyi biarpun gagah berani


oleh : Lentera Bias Jingga
         Refleksi bagi Pemilih Jalan Sepi

Kamis, 07 Maret 2013

 u..ih

duhai mata 
yang bening 
usah risaukan malam
yang larut 
semakin hening , 

usah galau karena
jarak yang 
sebatas dinding.
sebabkan, rindu terlalu garing
untuk diungkap 
sepanjang hati 
yang tak pernah kering
lalu hendak bertunas 
menjadi kasih 
sesama dan seiring

oleh : lentera bias jingga

d i a l o g    i m a j i


Buat : Kawan Chavez, selamat jalan
          semoga setiap jejak jadi inspirasi kawan-kawan


apa yang kau berikan pada dunia
lelaki itu menjawab, " dari ubun-ubun
hingga kaki ada rakyat. dari laki-laki
dan perempuan semua berserikat
lalu tak ingin terjerat dalam liberalisasi  sekarat."

apa yang kau berikan pada rakyat
lelaki itu menjawab, " venezuela
yang bermartabat, negara milik rakyat
lalu tangan-tangan imperialis dijerat
agar sepakat tanah ini bukan tempat
kelahiran para penghianat."

apa yang kau berikan pada venezuela
lelaki itu menjawab, " sosialisme nyata
yang membuka mata hati setiap warga 
percaya pada negara ini berdaulat
percaya pada pemimpin yang kuat
bukan kompromi-kompromi yang sesat
mencari untung-untung yang sesaat."

apa yang kau berikan pada sahabat
lelaki itu menjawab, " semangat dan tanggungjawab
buat pilihan-pilihan yang kita buat
bukan mencari hebat, tapi jalan yang tepat
ketika rakyat terus diperalat
jalan kesejahteraan dan kemakmuran disumbat."

apa yang kau berikan pada kerabat
lelaki itu menjawab, "kesetaraan yang kuat
dan semangat persamaan sederajat
dalam koridor negara berdaulat
rakyat kuat , venezuela dihormat."


zulkarnain siregar
tujuhmaret2013

Jumat, 01 Maret 2013

 gelisah hujan



Buat sahabatku Bung Ahmad Arief Tarigan dan Hujan Tarigan

kupesan... ini
sepiring nasi goreng kaki lima
dan secangkir kopi hitam, kawan
petang mungkin hingga malam
mari kita ulang rindu yang mengangkang

di meja segi empat ini juga
suara lalu dicipta dari kata yang tak memenjara
lelaki muda menanti hujan sahabat setia
perempuan-perempuan belia terus menyulam kata
sembari bermultimedia

dari kata yang terucap
rindu mulai terasa, diskusi mulai dihela
ia lelaki yang belajar di seberang sana
rambut lebat, garis-garis muka mulai mencerna
gelisah didada mulai dibuka : kota tak lagi kenal dia

hujan tiba
suara mulai bermakna
tiris itu jelas ada di depan mata
kadang dibawa angin ke utara
kadang diayun entah kemana-mana

tapi cerita mulai menjelajah eropa
kadang ke yunani tua, kadang ke cina dan rusia
tapi sungguh itu awal mulai bicara tentang suara
suara-suara yang menjadi kata
suara-suara yang membingkai sastra
suara-suara yang membahasakan raga
suara-suara yang lalu berhenti di tanda
suara-suara yang tak jadi nada

lalu di kepala ada angan-angan akademia
ketika socrates berdialektika di bawah pohon-pohon tua
anak-anak muda yang tumbuh tak cuma karena norma-norma
dari tangan-tangan yang membelenggu ranah afeksia
tanpa kepekaan pada zaman yang belum tentu sama

perempuan belia mulai bicara
mencari kata yang tak lagi memenjara
setiap kata dalam gerak dan suara
" mengapa  ? "
" mengapa  ? "
sadar mulai menjelma
bahwa suara-suara tak harus berhenti di tanda
bahwa suara-suara hilang dari bahasa raga

lelaki di seberang sana
lalu menanti jiwa-jiwa yang merdeka
dari akademia suara hujan yang ada
hingga reda dari awan gelap di atas sana


pinang corner, 28 pebruari 2013
oleh : lentera Bias Jingga