Kamis, 30 Mei 2013

Tra la la di ding..di ding

lenting...
desau ranting
langit baring
menyiang saing
dahan keriting
siang yang garing

kemarau kering
lagu anak penyuling
gembala kambing
di padang rumput
bertebing
kuning gading-gading

lengking suling
di ayun-ayun angin
mengalun nyaring
sesap lesap hening
taring-taring digiring
ranting melengking
siang berdenging


tarian ranting
datang menyeling
merapal tangling
angin kering
di padang rumput
tra la la di ding di ding

siapa berpaling
senyum menyungging
kemarau kering
ranting ditatingtating
waktu tersangkut
dijaringjaring tebing

siang garing
mengring lenting
suara-suara ranting
kering melengking


lentera bias jingga

selembuyah, dairi 23 Mei 2013

sajak n

by Lentera Bias Jingga (Notes) on Thursday, May 30, 2013 at 12:06am


sedu sedan

hujan,

tak tertahan..


basah jalanjalan
  menyepuh
malam sepekan


ranting berjatuhan


langit gelap diselimut awan

bulan tak jadi rupawan


kelopak bunga dan dedaunan

tertelan dahan



langit tak heran

ada yang melukis hujan

pada kanvas tiruan

menampung malam dalam cawan

segi perdelapan

-----

len
te
ra
bias jingga

little sun

by Lentera Bias Jingga (Notes) on Tuesday, May 28, 2013 at 10:23am

sebuah sudut
jalan kota
pagi mengintip
celahcelah jendela
matahari tiada

dari meja bale
kayu tua
secangkir kopi hangat
mulai dicicip  rasa
dingin kota

pagi datang
tinggal sehari
sendiri menebar sepi
hingga ke sudut-sudut
kota ini, tetapi..

dari meja bale
kayu tua
nasi uduk
telur mata sapi
buat sarapan pagi

nanti
matahari kecil
memancar sinar
pagi membakar

roda kaki

by Lentera Bias Jingga (Notes) on Saturday, May 25, 2013 at 10:13pm

jemput pagi
dengan kereta ini
mesin di kaki
mengayuh pedal

laju dan pasti

rodaroda menyusuri
aspal pagi yang sexy
hangat menjalar sendi
keringat mengalir ke kaki
jemput pagi

dengan kereta ini

perempuan hampir
di vonis mati
sebab kanker
menyerang hati
sanasini tak lagi
mungkin dinanti

hidup sekali

sangat berarti

jemput pagi

dengan kereta ini
mesin di kaki

mengayuh pedal
laju dan pasti

perempuan ini

mengayuh roda tak henti-henti
keliling negeri menepati janji
hidup hari ini terus diisi

roda-roda menyusuri
aspal pagi yang sexy

kanker tak lagi

ingin meradang sendi
hidup sekali sangat berarti
sasa, perempuan sejati
keliling negeri roda dikayuh kaki
jemput pagi dengan kereta ini


sajak buat : Sasa
 perempuan biker sejati
 divonis kanker
19 tahun bersepeda tak lagi jadi , hidup sekali memang sangat berarti

nas_wa

by Lentera Bias Jingga (Notes) on Sunday, May 26, 2013 at 5:06pm

seperti tak lelah
engkau melangkah
menjemput angan
bermain semata
sembari...
mengumbar tawa

bergegas lincah
berlari ke sana
mengurung rasa
dari gundah gulana
lepas bebas
di taman asa

kalau kau tertawa
ingin aku bercerita 
tentang pohonpohon tua
dan burungburung dara
lepas bebas
mencari teman di angkasa

memang saatnya opa
ingin memanja nas_wa
di tamantaman kota
bermain ayunan
dan perosotan, masih ada
agar kelak kau akan bercerita
kota ini punya anak seusia saya
bukan orang-orang dewasa saja

lentera bias jingga
lokasi : taman beringin
            depan rumah gubsu
medan, 26 mei 2013




dari jendela apartemen tua

by Lentera Bias Jingga (Notes) on Tuesday, May 21, 2013 at 1:59pm

siang ini
langit melukis
garis-garis kristal tiris

seperti hujan

ia lalu menemukan
tubuhnya tertampung
helai daun

menetas tetes 
dari selokan talang
serambi depan

awal gerimis itu

ia bersimbah garis
tirai-tirai tipis
nan awan berbaris-baris

gerimis menipis
hujan melukis hari
dalam rindu tak berbagi
dari jendela apartemen tua
ada desah nafas yang menghela

seperti hujan
ia memecah awan
dari kesendirian di langit siang
membasahi jalan
menyepuh dedaunan
ranting dan dahan

siang ini
langit melukis
garis garis kristal tiris

seperti hujan




siang,21 mei 2013
lentera bias jingga

sajak pendek

by Lentera Bias Jingga (Notes) on Sunday, May 19, 2013 at 11:51pm

ada yang ingin
kutaburkan
pada tiga perempuan
istri, anak dan cucuku : kasih

sebab ...

cuma itu yang menolong hidup
dari kebencian dan nestapa


lentera bias jingga
malam ini, 19 mei 2013

Danau Toba

by Lentera Bias Jingga (Notes) on Friday, May 17, 2013 at 3:20pm

yang kutulis ini
rasa malu yang menyala
bukan puisi bukan kata-kata
namun jiwa yang disepuh
tetesan sejuk air danau toba

sebab indah di puisi
orang-orang tak percaya
apalagi mengerti makna
bahwa danau penuh keramba

sebab lugas di kata-kata
pun tak juga membuka mata
mengapa kita membiarkan toba
merana, hidup sebatang kara

sepertinya kita ingin mengulang luka
danau indah dikitari cemara-cemara
menyuara semesta kehidupan toba
batubatu,tanda sejarahtua ada disana

yang kutulis ini
cuma rasa malu saja
bukan puisi bukan kata-kata
sebab kalaulah toba hilang dari peta
dosa apa jiwa-jiwa yang disepuh
tetesan sejuk air danau toba

lentera bias jingga
17 Mei 2013

Selasa, 14 Mei 2013


Pedati Hati

ia lelaki sejati
tak mengerti basabasi
banyak di negeri ini
kerja lepas makan sehari

kalau bbm naik tinggi
ya..lelaki ini tetap beginibegini
tak mengerti negeri yang wara wiri
apalagi kerja orang-orang berdasi
tapi hidup bisa berhenti
bila tenaga tak dipakai lagi

ia lelaki sejati
terus mencari sesuap sehari
tak bisa lebih,tapi yang pasti
kurang untuk makan sore nanti
mulut anak bini setia menanti
kerja sehari tak dapat dibagi-bagi

ini lelaki sejati
milik ini negeri
kerja sehari pantang mencuri
ada harga diri walau cuma sesuap nasi
menjaga hati dari culas dan iri


lentera bias jingga
dari lelaki sejati pekerja sehari
medio mei 2013

catatan sebuah pagi

by Lentera Bias Jingga (Notes) on Tuesday, May 14, 2013 at 8:53am


katakan pada pagi
bakar ubunubun
dengan terik matahari
campakkan
lelaki di jalanjalan sendiri
hidup tak juga berarti

ia pergi berjalan kaki
mencaricari ambisi
keliling negeri tak hirau hari
hingga lupa diri
mulut-mulut menganga
tak tahu kapan diisi

terbakar hati karena janji
kaji tinggi jalanjalan ilahi
lupa diri hidup sehari
sesuap nasi belum terpenuhi

anak bini terus menanti
mencari rezeki tak semesti
ada lelaki hidup baik sendiri
tinggi kaji hilang nurani

jalan mati tetap menanti
bukannya jalan para sufi
mungkin pilihan Ajo Sidi
tokoh Robohnya Surau Kami


lentera bias jingga
15 Mei 2013

elang laut 2

by Lentera Bias Jingga (Notes) on Monday, May 13, 2013 at 12:51am

terbang-terbanglah
elang sayang
pulang ke laut
nantikan angin barat
yang membawa ke samudera lepas

terbang-terbanglah
elang sayang
pulang ke sarang
sebentar lagi langit petang
rantai di kaki telah kuregang

terbang-terbanglah
elang sayang
selamat tinggal orang-orang
yang mengekang hidupmu
takpernah bersulang
dengan alam yang riang

terbang-terbanglah
elang sayang
rinduku telah datang
melihat kau terbang
bebas ke langit
yang sebentar lagi akan petang

terbang-terbanglah
elang sayang
cincin di kaki itu
bukan tak dapat kuregang
karena orang-orang begitu malang
membuat kau di pajang-pajang
bukan karena rasa sayang

terbang-terbanglah
elang sayang
pulang kembali ke sarang
laut tempat berjuang
hiduplepas dari sangkar buatan orang

terbang-terbanglah
elang sayang
kepakmu lapang
mengayun di awang-awang
tak hilang karena tangan-tangan lancang


lentera bias jingga
sajak : buat elang laut
         
melepas rantai kekang tangantangan lancang
yang 'memutus rantai' kehidupan elang dari alam
dipajangpajang orang-orang malang
yang kehilangan nurani keseimbangan

akila

by Lentera Bias Jingga (Notes) on Saturday, May 11, 2013 at 9:25pm 
 
sembilan purnama
kutunggu dikau buah hati
dalam rahim ibumu, akila

menemani malammalamku
menari dengan puisi

menemani malammalamku
berdendang dengan narasi

dari Tagore hingga Rumi
di suluksuluk rawi sampai sufi

menggali imaji
yang tak pernah berhenti

janji  lariklarik puisi
yang membuka semesta hati

sembilan purnama
kunanti tangistangis menghiasi
kuntumwangi di kamar ini, akila

sambil menyeruput segelas kopi
kubawa rindu berpindah ke meja serambi
menulis purnama yang tak ingkar janji


hm...
kini kau telah  puisi
yang terus mengilhami
lariklarik hari setiap aku berangkat pagi

Senin, 06 Mei 2013

mainkan kakimu, anakku

sepak...
sepaklah bola itu
agar kakimu
lentur tak kaku
esok lusa kau tak ragu
hidup tak selalu menunggu

sepak...
sepaklah bola itu
selagi lapangan
belum laku
gedung-gedung batu
tegak berdiri kaku
bermainmu jadi terganggu
kesempatanmu raib satu-satu

sepak...
sepaklah bola itu
jangan ragu-ragu
kebebasan ada dalam dirimu
bola menggelinding ke kakiku
kau kepit dan kuoper padamu
tak perlu meniruniru
apa yang bisa kau laku
sebab kau akan tahu
senang itu ada setiap waktu

sepak...
sepaklah bola itu
walau taman, lapangan
dan kamarmu menunggu setiap waktu
kakimu yang lincah terus melaju
mengejar bola hingga keringat-keringat itu
membasahi baju

sepak...
sepaklah bola itu
rindu haru aku bersamamu
bermain bola tak kenal waktu
usiamu usiaku cuma ada di kalbu
esok lusa kau tahu
kebahagiaan itu adalah ilmu


 
 lentera bias jingga
lelaki pencari janji

siapa yang tak ingin mengerti
menjadi sejati
memang bukan khayali
tapi jalan hidup
yang terus menginspirasi
untuk bergulat
dengan bukti
lelaki memang harus
seperti matahari
membakar hari-hari
dengan energi
tak hilang ditelan mimpi
tak berhenti sebab jargon revolusi
hidup memang sekali
bisa berarti sebelum mati

by: lentera bias jingga
25 april 2013


sekuntum kembang

ingin kupetik
sari kembang
kutabur pada putik-putik
setiap kuncup di taman

kumbang datang
hasrat bersulang
rerumputan mendendang
sembari menembang
syair-syair hujan yang hilang
memanggil pulang
tetes embun kasih sayang
dedaun dan batang

kumbang terbang
mengitari kembang
ketika petang akan meminang
kuncup-kuncup mulai mengembang
kembang tersenyum riang
kumbang tak lagi melajang
terbang..
terbang..
pulang ke sarang



lentera bias jingga
04052013
sumber : lukisan Putri Putri Chiby Chiby

pulang

menari-nari
kepak itu
dalam senandung petang
di atas belukar pilin batang ilalang

merindu tanah tempat pulang
jelang petang langit berselendang
senang beriang-riang kasih sayang
bangau terbang serendah alang-alang

 
 
cahaya mentari di belakang
terbayang-bayang
menerpa ilalang di selasar pematang
bangau berdiang padang terhalang
malam datang mengintip di balik alang
 
by : lentera bias jingga
2 mei 2013
mereka ulang teks visual sebuah lukisan jadi teks verbal sajak "Pulang" . Lukisan Karya : Putri Chiby Chiby
lelaki di pentas Maxi

ya, dia... lelaki ini
membacakan puisi
dari tubuh pagi
menguap wangi-wangi
nafas dalam larik semesta hari
tak hilang karena api
tak remuk karena janji
tak retak kartena besi

langit menjadi saksi
setiap kata adalah hati
laut adalah janji
setiap tetes menjadi imaji
di pentas maxi
lalu memecah jadi bunyi
di bumi, walau sunyi
menjadi sahabat sejati

dia lelaki
yang menyulam bunyi
jadi berarti
mendendang hati
jadi larik-larik puisi
ketika kembang mulai tak mewangi

sunyi menyimpan arti
buat penyair dan musisi
buat pejalan kaki dan penari
buat lelaki yang menyalin tradisi
jadi raga-wacana-suara tetap harmoni

 
lentera bias jingga
empatmeiduaributigabelas

just 4 mja nashir. kawan sejati pekalongan
sengketa semu
refleksi buat kaum akademisi


di atas kitab-kitab itu
kita jadi susah bertemu
padahal ilmu bukan untuk berseteru

di atas kitab-kitab itu
kita enggan menyatu
padahal filsafat awal semua itu

di atas kitab-kitab itu
kita menipu hakikat ilmu
sebab sepertinya kita merasa mampu

di atas kitab-kitab itu
aku tak terlalu ingin meniru
apa yang dilaku empuempu pembuku

sajak itu

by Lentera Bias Jingga (Notes) on Wednesday, May 1, 2013 at 1:23pm

langit lengang membiru

awan berarak menyaru

menubuh risau jadibatu

memecah pilu jadirindu


eru melentiklentik dungu

diiring senandung sendu

randurandu turut meniru

irama bayu laun membisu


laut  biru angin memburu

biduk melaju ke ujung batu

menanti waktu jalan berliku

hidup tak tentu takkan dituju


lelaki tayu menyiapkan tugu

dari randurandu bukit berbatu

sipu  perawan berpagarayu

tak menyaru hidup bergincu


menjulang silang gunung batu

bersenandung lagulagu rindu

pemecah ragu di padang buru

mengisi saku waktu barpacu


lalu batu tayu datang menunggu

hidup berbirubiru tak lagi haru

harap satu tak berkalang waktu

menjaga ibu cucuran air susu


huluhulu rumpunan bambu
melabuh rindu ingin dirayu

biar pilu merambu jujur bisu
hidup berpangku siapa mau



sinergi u-u-u-u
potensi haru biru


by: lentera bias jingga

puisi petani

by Lentera Bias Jingga (Notes) on Monday, April 29, 2013 at 10:28am
bau dingin
menyeruak pagi

menikmati embun jatuh ke bumi

di sudut selasar meja bersegi
ada lelaki menulis puisi

bunga-bunga kopi sedang bersemi
di bawah rindang pohon mahoni

ia lelaki ditemani istri
memulai hari-hari dengan puisi
cerita tentang petani di kaki merapi

lalu ia menuliskan padi-padi
dari tandantandan setanggi
mulai menguning seriseri
di setiap pematang hari
musim panen akan tiba lagi
puisi-puisi mulai mewangi

ladang di bukit-bukit pagi
diselimuti kabut halus memutih lagi
dari selasar meja bersegi
lelaki itu melukis pagi dengan puisi
menanti panen padi datang lagi
ketika panen kopi jadi janji


lentera bias jingga
biaro-lasi, kaki merapi bukit tinggi
akhir desember doeariboedoeabelas

tik..tik..tik

by Lentera Bias Jingga (Notes) on Friday, April 26, 2013 at 11:19pm
hujan...
kirimkan aku air
buat membasah tinta
yang lama mengering
sebab akan kutulis tanda
tentang mata air
lama telah berhenti
sejak hutanhutan
dirambah setiap hari
hujan...
kirimkan aku air
buat membasuh luka
yang terkena beling
biar kukutip koma
isyarat pada air
lama tak mengalir
sejak sungaisungai
dilimbah sampah berkali-kali

hujan...
kirimkan aku air
buat menyeka dahaga
yang lama terbaring
sebab akan kubalas makna
air-air perlu dijaga
sejak hutan telah tiada
bukit gundul dibiar saja
banjir melanda dibilang petaka

...........................................


lentera bias jingga
dalam moment Hari Bumi tahun ini
air yang kehilangan jatidiri