Rabu, 16 Januari 2013

Ia Lelaki Pemaki

Ia memang
lelaki
yang setiap pagi
memaki-maki kota ini
sambil menghisap cerutu adipati
dan menghirup kopi
usai berjalan kaki
di ujung jalan ini
lelaki tadi tak berdasi
tak pula menepi
ketika hari-hari
membuatnya sepi

ia penuh daki
tapi ia peduli
tapi ia berani
tapi ia memang lelaki
dibanding isi kota ini
gemar dipenuhi
para banci
dan pencuri
yang menghirup pagi
dari bau duit korupsi
dan memeras para kuli


Ia memang
lelaki
yang setiap pagi
memaki-maki kota ini
sambil menghisap cerutu adipati
dan menghirup kopi
usai berjalan kaki
di ujung jalan ini
lelaki tadi tak berdasi
tak pula menepi
ketika hari-hari
membuatnya sepi

ia penuh daki
tapi ia peduli
tapi ia berani
tapi ia memang lelaki
dibanding isi kota ini
gemar dipenuhi
para banci
dan pencuri
yang menghirup pagi
dari bau duit korupsi
dan memeras para kuli


Ia memang
lelaki
yang setiap pagi
memaki-maki kota ini
sambil menghisap cerutu adipati
dan menghirup kopi
usai berjalan kaki
di ujung jalan ini
lelaki tadi tak berdasi
tak pula menepi
ketika hari-hari
membuatnya sepi

ia penuh daki
tapi ia peduli
tapi ia berani
tapi ia memang lelaki
dibanding isi kota ini
gemar dipenuhi
para banci
dan pencuri
yang menghirup pagi
dari bau duit korupsi
dan memeras para kuli

Jumat, 11 Januari 2013

bukan karena puisi

by Lentera Bias Jingga on Thursday, January 10, 2013 at 1:12am ·

bukan karena puisi
aku jadi mengerti
bukan karena seni
aku selalu mencari

tapi tersimpan hati
rupa budi pekerti
dari buaian pertiwi
ke sanubari peduli

bukan karena puisi
aku menyurat janji
bukan karena puisi
kata indah berseni

tapi kesetiaan janji
hidup selalu berarti
tidak ke sana ke sini
lalu puisi tak berkaki
 
Sipirok Dolok Hole
 
by Lentera Bias Jingga on Thursday, January 3, 2013 at 12:22 am

"....na sonang do hita
nadua. saleleng au dohot ho.."

utara selatan jendela angkola
lao marpoken tu  pasar sipirok
tak jauh dari bukit simago-mago


hm...
hujan rintik-rintik pagi itu
memulangkan aku
yang rindu pada kabut
memutih, lembut selimuti
bukit jenjang simago-mago

pagi bersimbah dingin
sejuk pun menusuk rusuk
jalan-jalan hangat dan basah
tetes embun masih merekah
menempel di dedaunan
sepanjang jalan menuju pekan
pasar sipirok simpang arah ke babondar

ibu-ibu pergi marsoban
selepas membuka pintu air
mengalir ke pematang
ke sawah-sawah berjenjang
di kaki-kaki  sibual-buali
sebelum terang menjelang siang
lalulalang padat menjulang

para lelaki dengan sal menggulung di leher
dan abit dipinggang  pun ada di bahu
ramai duduk di kedai-kedai kopi
menghirup barang secangkir seduan
dan tembakau dibalut daun jagung
menunggu orang-orang datang
dari huta seberang membawa dagang

hari ini ramai sekali orang-orang datang
dari pahae, sidempuan dan pargarutan
hendak marpoken membuka dagang
barang-barang eceran di sepanjang jalan

lapo dan pasar ramai pedagang
menukar barang untuk sepekan mendatang
haminjon, kemiri, cengkih, getah dan pinang
ditukar dengan bukubuku sembahyang,
pangan dan sandang untuk dibawa pulang
menunggu seminggu waktu berulang


oleh : Lentera bias jingga
dari catatan di dinding rumah tua
di hutasuhut 1981
 
 di
 Lereng Marapi
 
 
by Lentera Bias Jingga on Friday, December 28, 2012 at 1:09 am

telah berkali-kali
kucari ia perempuan sejati

datang dari langit pagi
dalam kitab kitab suci

dari sum sum lelaki
yang menulis puisi

dari tulang lelaki
yang membuat berani

dari tapak kaki lelaki
yang membuat ia bernyali

ia lalu beranjak pergi
lalui  jalan-jalan tradisi

tanpa  menulis puisi
dari riwayat lelaki yang banci

yang suka melukis janji
di langit-langit abadi

dengan  diksi-diksi yang mati
karena hati telah lama pergi

ia bukan perempuan dari lelaki
yang melukis langit dengan kuas di jari

tetapi puisi yang sejati
bersinar setiap pagi seperti matahari


lentera bias jingga
bukit tinggi, 28 des 2011

Kamis, 10 Januari 2013

Taman Ber (ingin)

by Lentera Bias Jingga on Tuesday, December 4, 2012 at 1:24am ·
awan putih lembut
membalut langit
di atas taman

sesat tadi ribuan merpati
menyecah kaki
cium bau tanah basah
dan harum rerumputan

gerimis panjang pun baru usai
membasahi kaki anak lelaki
yang menulis elegi

hari ini melati mekar berseri
ber (ingin) dan trembesi turut bernyanyi
kepak-kepak merpati mengiring tari
taman hijau nan asri

sayang
anak lelaki terus menulis elegi
tentang kota ini
dari tiang-tiang besi yang mengurung hati
gedung-gedung tinggi dan jembatan yang kehilangan jati

anak lelaki menanti janji
di depan taman ber(ingin) ini
ia lalu membasahi hati dengan diksi-diksi
dari merpati, melati, trembesi dan taman bernyanyi
sebelum ia jadi lelaki pemimpi
hingga petang elegi tinggal elegi
sepi... dingin... lalu mati