Kamis, 14 April 2011

dalam bayang meja berdua

by Zulkarnain Siregar on Friday, April 15, 2011 at 1:12am

gelembung nada mengurung ruang palka

delapan kali tujuh pun rupa ornamen tua

lampau tergantung pada dinding-dinding

bata tanpa plester penuh script symphony

mozart dan bethoven silih memukau rasa

malam-malam yang hanya dihiasi berapa

kejora di tenggara kota, hasrat cinta kita

menemu warna belia-belia semerbak rasa

ingin kubetulkan dudukku tatkala menatap

biru matamu dalam bayangan sinar violet

yang jatuh tepat di atas meja menembus

gelas sampanye tetamu kedua sebelum

purnama beranjak ke atas langit-langit

malam. di atas meja ketiga ada kelopak

zafira dan kembang anting-anting hijau

muda tergeletak dari sapuan cahaya

halogen yang memecah kelam sudut itu

beranjak perlahan sayup mengalun lalui

celah-celah ruang, aku menikmati wajah

mu lewat suara berat Nat King Cole yang

berkisah tentang Monalisa

...............................................

Do you smile to tempt the lover, Mona lisa?

or is this your way to hide a broken heart?

Many dreams have been brought to your doorstep

They just lie there and they die there

Are you warm, are you real, Mona lisa?

Or just a cold and lonely lovely work of art

Kupahami dari caramu menguas kanvas

lalu menarik lengkung oval yang diterangi

dengan bias cahaya yang penuh dengan

rasa kekaguman.

aku lalu meremas jemari malam tanpa

sampanye dan toast yang menggetarkan

bibir para peramu kata dan penari makna

dalam kegenitan romansa meja berdua

malam pun pergi tanpa meninggalkan apa-apa

by : Zulkarnain Siregar

Thursday night, 14/04/2011

Rabu, 13 April 2011

malam ada disini

malam tertelan sepi
ketika hari pun
sesaat lagi
...hendak
pergi

hati masih ternanti
harum melati
semerbak dini
hingga pagi
membuai
janji
....
ini

lirih menepi
hirau tak menjadi
mimpi seorang diri
menenun rajutan harmoni

biarlah malam seorang diri
terus menanti janji
berteman sepi
sebelum
dini

by:zs

Selasa, 12 April 2011

bocah pengamen di perempatan

by Zulkarnain Siregar on Wednesday, April 13, 2011 at 12:39am

jemari lentik menari-menari di senar dawai

gitar kecil bocah pengamen perempatan

pondok kelapa.

aku sesaat terpana

iba mengelora seluruh dada

kutaksir-taksir usiamu baru seberapa

kau begitu yakin pada hidup

adalah taruhan kerja untuk sesuap nasi

dari iba-iba lewat sepicis recehan

yang kaucoba senandungkan pada

setiap orang-orang tiba lalulalang

siang hingga petang membentang

di petak persimpangan itu

garis-garis jalan begitu kau hapal,

seperti hapalanmu akan petikan dawai

yang kau ikat denga cup aqua

di ujung senar gitar kecil

lalu raut-raut para pengiba begitu kau paham,

seperti pahamnya kau tentang nasib yang mencampakkan

kau ke jalan-jalan, atas nama kemiskinan

bocah kecil pengamen perempatan, hidupmu tak cuma penghias jalan

menjaga bulan ketika malam ,tiada masa kemanjaan riang seusiamu sayang

bocah kecil pengamen perempatan, kau adalah cermin kehidupan

yang retak di serambi-serambi peradaban kota penuh kekerasan

bocah kecil pengamen perempatan, kau adalah kurikulum pendidikan

buat anak-anak yang cuma menumpang kebesaran atas nama kekuasaan

bocah kecil pengamen perempatan, kaulah saksi keadilan yang lenyap di jalan-jalan

kebenaran dan perjuangan atas nama kemanusiaan yang tinggal cuma dalam hapalan

By: Zulkarnain Siregar

12 April 2011

Senin, 11 April 2011

merantau 8

by Zulkarnain Siregar on Monday, April 11, 2011 at 4:41pm

jalan masih panjang

jejak langkah laju mengembang

bawalah badan melanglang ke seberang

cari kawan sepadan harapan setali tiga uang

hari pun masih terasa siang

lalulalang harapan terasa lengang

tak lalu dibiar usia pergi menghilang

karena sekerat tantangan tak jadi peluang

lawan datang tiada ditawan

ajak berjalan seiring sehaluan

bentang harapan dalam kesenjangan

menyemai pesan lekat jadi keniscayaan

pergi.. pergilah ke rantau

mengembara dalam kebijaksanaan

sisa-sisakan yang tertinggal

jadi warisan dari leluhur zaman

walau laku penuh liku-liku tipu dan ragu

luka derai air mata dan getir membatu

biar langit-langit harapan tak selalu

menggantung hanya di angan melulu

bawalah badan ke rantau peradaban

ajak pikiran melanglang lampaui zaman

tinggalkan kampung tempat ibu melahirkan

mengubah catatan hari depan keberagaman

by : Zulkarnain Siregar

pkl:23.00 , 11 april 2011

Rabu, 06 April 2011

merantau 7

by Zulkarnain Siregar on Thursday, April 7, 2011 at 2:21am

ketika aku mencari

cari luka di wajah

hari-hari perjalanan

yang tersayat waktu

sejak lalu

tak kutemui

dari cermin yang retak

oleh keakuan aku tanpa

luka-luka yang membiru

merantau 6

by Zulkarnain Siregar on Thursday, April 7, 2011 at 1:57am

Duhai tanah tempat kelahiran

ingatkan aku dalam perantauan

jangan suka bermalas-malasan

sebab derita segera berhadapan

Duhai Bunda yang melahirkan

waraskan aku di perantauan

sudi sedia jaga kepercayaan

setia berkawan dalam berteman

Duhai kerabat yang kutinggalkan

kirimkan pesan-pesan renungan

biar terjaga iman dikandung badan

rayuan pesona nikmat keduniawian

Duhai kawan-kawanku sekalian

jaga aku dari kepicikan pikiran

juga pergaulan keanekaragaman

hanya karena sesatnya keyakinan

sebab rantau adalah pencarian

yang selalu beraneka kenyataan

di atas segala harga kesetaraan

perayaan martabat kemanusiaan

by : Zulkarnain Siregar


· · Share · Delete

Senin, 04 April 2011

merantau 5

by Zulkarnain Siregar on Monday, April 4, 2011 at 6:46am

tak kutemui aku

dalam perjalanan itu

walau matahari telah meninggi

tepat berdiri tegak di menara hari

pun telah kubalik-balik waktu

mengingat janji tinggalkan ibu

dalam sepucuk surat di balik batu

jalan itu masih jauh nun di depan

kadang rindu datang meradang

membawa ragu, lalu ingin pulang

namun hati bertolak belakang

pilu menghilang, tekad pun datang

terus kucari aku

dalam perjalanan itu

walau siang telah menyimpan ragu

pada saku baju setiap pejalan waktu

biar tak sampai di ujung temu

rindu merangkai harapan kalbu

mencari aku dalam perjalanan itu

walau tak kutemui aku

dalam perjalanan itu

biarlah waktu

menyapa rindu

ketika ragu menunggu

takkan pernah berlalu

By : Zulkarnain Siregar