Senin, 16 Mei 2011

Fat..

by Zulkarnain Siregar on Tuesday, May 17, 2011 at 3:09am

kujemput cintamu

di stasiun pagi itu,

Fat....

embun masih menitik

dari kelopak putik anggrek bulan

di taman depan paviliun kontrakan

kita , masih kau ingatkah?

aku dibuai dingin yang mengirim

kerinduan beranting-ranting

dalam kalbu yang tak luput pilu

seakan tak ingin pergi jauh

meninggalkanmu, Fat..

jalan di depan itu belum beraspal

ketika kau pergi dariku.

janji belum semanis bibir

para perayu waktu terus bergilir

lidah memang tak bertulang

menari-nari di atas altar meracun makna

perjalanan perjuangan

hilang lalu dirundung malang

negeri hampir-hampir tak bertuan

yang sempat lena dibuai indahnya

janji bertubi-tubi dari dasawarsa

senandung reformasi, hampir basi

sebelum mentari membakar siang

di jalan-jalan gentayang para peri

Fat...ini negeri hampir tak bersendi

idiologi dicari-cari , yang ada dicaci

maki lalu dikebiri dalam kendi

Fat...

biarkan aku menjemputmu

di stasiun pagi dan kita menyulam

arti jutaan nyawa syuhada negeri

aku takkan mencari-cari jatidiri

sebab nafas itu ada dalam diri

By: Zulkarnain Siregar

Minggu, 15 Mei 2011

ringkih menyurat toba

by Zulkarnain Siregar on Monday, May 16, 2011 at 4:29am

malam larut bergelut dalam hening

tinggalkan bulan redup temaram

mengintip dari celah ranting tusam

yang meranggas,luruh dan luka birat

birat membekas pada seluruh tubuh

di bukit-bukit para datu silsilah marga

yang kini tak lagi terhalang pandang,

lapang, hingga ajal menjelang

satu-satu dedaun punah, ilalang tak

lagi merentang aral, batu-batu cadas

lunglai, rerumput tak tumbuh berpucuk

pun tiada hendak meretas tunas, sebab

batang-batang dahan berbaris pikun

di atas truk-truk yang memanggang siang

mengangkang di jalan-jalan lintas pematang

sepanjang kaki bukit toba

bawa kemana akar-akar yang disemai

leluhur memagar dinding bukit-bukit itu?

yang menjaga hari-hari menanam dan

hari-hari menebang pohon dalam somba

debata mula jadi na bolon, maknai pohon

pun memanen selaras alam merepih masa

tak seperti meluruh dedaun pinus bahkan

cemara di belantara padang yang meranggas

demi harga keserakahan, menitip petaka

bawa kemana air di pancuran yang alir-mengalir

dari lereng-lereng bukit , walau esok pagi surya

jatuh tak lagi dalam beningnya telaga mereguk dingin?

by: Zulkarnain Siregar