Rabu, 31 Agustus 2011

kembali ke fitrah

by Zulkarnain Siregar on Thursday, September 1, 2011 at 2:22am
Your changes have been saved.

renungkan fitrah alam :

pada rerumputan yang menghijaukan taman

pada pepohonan yang menjaga mata air

pada daun-daun yang tak sempat kering

oleh teriknya matahari lalu jatuh ke bumi

hilang terbang dibawa angin

pada putik bunga yang tak sempat layu

sebelum berkembang

pada tanah yang tak jadi gersang dari

hutan-hutan yang ditebang

pada laut yang biru tak lagi hitam haru biru

pada bukit-bukit yang rimbun hijau dengan dedaun

pada rindu yang tumbuh tanpa benci

pada hati yang zuhud tanpa dengki

pada cinta tulus yang hakiki

by : zulkarnain siregar

Jelang berbuka

by Zulkarnain Siregar on Tuesday, August 30, 2011 at 2:08pm

Usai sudah ramadhan

Tak pasti aku bertemu

Sua di tahun hadapan

Sebab soal itu tiada tahu?


Kuhitung-hitung kali perjumpaan

Seyogia usia di kandung badan

Jalan lurus sering tertinggalkan

Saat berbuka pada sebelas bulan


Siapa menjaga laku dan perbuatan

Pada jiwa-jiwa yang suka tertawan

Kenikmatan makan serta pakaian

Melekat di badan tanpa perasaan


Tutur kata santun menjanjikan

Tak selalu sama dengan kelakuan

Kadang pesan hilang diperjalanan

Hanya karena hasrat kekuasaan


Hati siapa tak merasa rawan

Kalau perbedaan cuma slogan

Menjaga orang kebanyakan

Lalu abailah orang sebagian


bukan demikian amanat ramadhan

Harga berbedaan cuma perkataan

Lalu berbuat membeda-bedakan

Hadir berkembang jadi pedoman

Sabtu, 27 Agustus 2011

anak-anak malam selikur

by Zulkarnain Siregar on Sunday, August 28, 2011 at 1:52am

anak-anak kampung bermain di beranda rumah

tak berpagar

kemerlap cahaya obor berpancang-pancang

tiada ubah

seperti lingkar yang memagar-magar lailatul qadar

serambi penuh lilin dan kerlip bunga api menggantung di dahan jambu

bulan terlihat lancip semburat mengerdip bintang-bintang mengintip dari

ranting pohon tua sebelah utara kampung tetangga

sesekali sayup dentuman suara meriam betung bersahut-sahutan

mengiring malam yang kian kelam ditemani rembulan nan temaram

dari kampung sebelah berbatas ladang jagung dan rumpun betung

desah suara petasan dari pecahan mesiu korek api dan pentil buah jambu

tak enggan turut ruwatan jenguk datangnya malam-malam seribu bulan

jalan-jalan setapak di ujung kampung jejali anak-anak telanjang kaki,

sambil bermain umpyang

ada yang bersenda gurau, berlari alip cendong manakala tarawih usai

riuh-rendah gembira membayang

malam-malam di ujung puasa lepas segala anak-anak pada tawa dan canda

tinggalkan lelah siang tunda makan pun minum seumpama hidup sang papa

anak-anak malam selikur ada di batas ladang jagung dan rumpun betung

by : zulkarnain siregar

kampung kuala, langkat

september 2006


jejak waktu

sahur :

melati di taman tak mengembang padahal

tadi malam ia kusiram dengan semangkuk

air sejuk

imsyak :

hilir mudik lelaki penabuh talu jaga waktu

setia berlalu,pagi hari datang tak tentu

siapa tahu ragu terus menunggu

subuh :

by Zulkarnain Siregar on Friday, August 26, 2011 at 7:48am


dingin menyelimuti jalan-jalan

gelap menggantung pagi di langit barat

riuh pedagang kaki lima kampoeng lalang

menunggu matahari timur lalu mengusung

mukjizat waktu dalam rindu berbaju baru

andai dara ada di langit kota

by Zulkarnain Siregar on Thursday, August 25, 2011 at 9:57am

terbang-terbanglah tinggi burung dara

kepakkan sayapmu di langit-langit kota

menabur asa tengah relung gelisah jiwa

dengan sejumput hati yang punya rasa

hinggap sesekali di bubungan balai kota

titip pesan silih berganti tepak meranti

beri tanda kotaku tak cuma bata-bata

penuh rimba menyesak tembok tinggi

andai sempat tanyalah mengapa kota

suka dan gemar menembok bata-bata

seperti sangkar-sangkar peri semata

rerak tak berdaya terus dilalap usia

andai dara ada di langit-langit kota

hidup bersama para pemilik sah kota

pasti terasa rupa-rupa aneka warga

bukan cuma tinggal sangkar semata

Medan 1 Juli 2011

Kamis, 18 Agustus 2011

kemana merah putih ?

by Zulkarnain Siregar on Tuesday, August 16, 2011 at 5:12am

tak kulihat lagi merah putih di lorong-lorong itu

tegak dan berkibar menghela rindu getir di bibir

pada rupa dan rasa yang menjaga setapak jiwa

walau, tinggal cibiran yang memoles luka didada

tak kudengar lagi ada senandung erkata bedil dan

selendang sutra dari radio tetangga, sayup-sayup

membakar jiwa, menjaga patria sekujur nusantara

menghalau penjajah dan penjarah ini perut negeri

malam-malam pun begitu dingin, tak lagi hirau pada

luka tanah, luka air, luka rasa, luka jiwa pada bangsa

yang menganga tinggalkan tega di lorong-lorong itu

dan tiang-tiang tegak tanpa malu pada merah putih

merah putih mati suri, jiwa-jiwa lalu dikebiri dirundung

caci maki yang tak henti-henti, seolah ini negeri tiada

mampu berdikari, menemu diri lalu jadi negeri sejati.

kemana merah putih ? telah pergi tinggalkan ini hati?

Minggu, 07 Agustus 2011

berharap cermin tak retak

by Zulkarnain Siregar on Sunday, August 7, 2011 at 4:05am

malam ini ia tiba-tiba

menggelora dalam dada

malam kedelapan puasa

bulan di atas sana tadarus

jam dinding pun kian mengecil

tergantung di sudut mimbar langgar

yang pernah hadir dalam nadi ingatan

lalu aku bersimpuh pada sajadah langit asa

di tengah tengah ruang hening para pewirid

kalamullah, ia penuh suka mendendang tajwid

hilir mudik irama lembut mengalun dari mulut-mulut

wangi kasturi para belia lalu berseru ingatkan aku ketika itu

tak sedikit rupa pun tampak mata-mata para pembaca ayat

lelap lalu terkantuk oleh hunian malam membalut symphoni

ramadhan menyanyikan raut demi raut dan meninggikan

ritus bacaan ayat ilahi lewat harum malam menyembul dari

bubungan rumah-rumah beratap rumbia dan lampu sentir

memecah gelap dari hulu ke hilir yang kian di ufuk-ufuk dini

ketika

jiwa bertanya pada diri

" maukah kemari me

negur hati yang dulu sempat membatu

lalu pergi menjauh dari-Mu?"

sebab petaka kepura-puraan

sebab bencana pengingkaran

bathin dalam bayang-bayang zahir

by : zulkarnain siregar

mengalirlah...

by Zulkarnain Siregar on Sunday, July 24, 2011 at 8:52pm

setelah kutulis rindumu dalam sajak petang

masih terbayang ada larik yang tak luput dari renta masa

bait yang kau tulis dari sajak-sajak yang tercecer dekat

dekap cinta yang tumbuh di sela-sela rumah dusta di taman

yang kerap dilanda bencana

walau kadang rindu itu sirna, kadang cuma fatamorgana

tentu isyarat rasa suka hampir menjelma di bianglala doa

siapa tak punya sukma mengelus hari-hari terbebas

dari perselingkuhan kata dan ambisi-ambisi kuasa

lalu duduk bersimpuh...

bertanya pada jiwa ?

tak bersyarat dan berisyarat petaka

by : zulkarnain siregar