Kamis, 31 Maret 2011

merantau 4

by Zulkarnain Siregar on Friday, April 1, 2011 at 12:11am

mencari pecahan matahari di celah-celah

belantara gedung yang dingin dan beku

serpihan debu dan asap knalpot memoles

pagi yang sedang berbenah dari peraduan

kadang nafas dan bau keringat rantau

lekat di halte-halte , penuhi pedestrian

tanpa jejak kaki rembulan yang mengintip

dari gordyn jendela rumah kontrakan tua

lalu masa menyulam makna dari setiap

tetes hujan yang datang menemani alam

begitu riuh rendah suara di sekitar tubuh

namun tak satu pun merias raut, menyapa

kota yang hilir mudik dijejali ambisi-ambisi

tapi dengan laku kerja teka-teki buat pundi

kembara kata menyelinap ke dalam benak

bertanya : "siapa aku dalam jagat tatawaktu?

" apa yang kau cari pada siang hingga tubuhmu

berdebu, penuh luka dan dekil ke ujung jalan?

hari-hari pun telah jatuh ke tangan-tangan

tak bertubuh manusia gen adam dan hawa

para pendusta mulai meracun pikiran-pikiran

para petapa dan kata-kata merias pesona

kasta pada seolah kitab-kitab yang dijanjikan.

seolah-olah ada kitab-kitab yang membahagiakan

jejak waktu yang mengejar entah mengapa

terus mengembara dalam duka dan nestapa

mencari kata dan merawat angka-angka jadi

kasta dalam rumah-rumah tak berjendela

dan berpenghuni sesungguh-sungguh manusia

mengapa kuasa begitu bermakna. butakan

hakikat yang ada. merantau membuka sukma

by : Zulkarnain Siregar

1 April 2011

Sabtu, 26 Maret 2011

merantau 3

by Zulkarnain Siregar on Saturday, March 26, 2011 at 4:38am

kaki terus melangkah

tinggalkan jejak ribuan tapak

satu demi satu tampak di belakang

membawa angan-angan melayang

ke depan, jelajahi semak belukar pikiran,

lautan perasaan dan langit-langit harapan

kepala dipenuhi hasrat hingga ke tujuan

terus..

teruslah

kaki terus melangkah

tinggalkan waktu berminggu-minggu

satu demi satu kampung berlalu

menemu aku di hutan-hutan ragu

yang bertarung rindu memicu tahu

dusta-dusta yang duduk menunggu

rantau nun jauh berbatu-batu

lalu pikiran datang tak menentu

perasaan berseliweran membisu

angan-angan pun lelah jadi batu

walau rantau bukan yang dituju

by : Zulkarnain Siregar

Rabu, 23 Maret 2011

bukan larik dini hari

by Zulkarnain Siregar on Wednesday, March 23, 2011 at 1:25pm

pagi itu sebait puisi telah kurajut

pada setangkai daun bambu

yang tumbuh di buku-buku batang

menjuntai ke tepi jalan lalu kuselipkan

pada dahan palem paling kanan

biar kelak siang

anak-anak yang bermain kelereng

dan petak umpet dalam ria riuh rendah

tentu menemukan

kalau bisa keberjanji buat mereka

merajut puisi menawan makna

tanpa luka tersayat kata

oleh sembilu para dewasa

By : Zulkarnain Siregar

Selasa, 22 Maret 2011

merantau 2

by Zulkarnain Siregar on Tuesday, March 22, 2011 at 8:00am

pergi,

pergilah belia

tinggalkan pusar

tanah asal kelahiran

ke jalan-jalan menikung

dakian tak beraspal,lumpur

cadas bebatuan dalam pelukan

bukit-bukityang hilang meranggas

luruh dedaunan diguyur angin siang

bawa jejak kaki-kaki lelaki terarak awan

menyulam angan dan harapan di depan

temui badan bertuah nasib penuh pencarian

tiada lupa kampung semasa alam kian terkembang

pergi, pergilah siapa

lupakan pematang yang sebentar lagi dipenuhi ilalang

kemelut raut ladang-ladang kering kerontang jelang petang

walau resah terus menghadang, lalu bimbang datang meradang

bawalah siang dalam pelukan , malam-malam menyulam harapan

by: Zulkarnain Siregar

25 menit sebelum 23032011

Minggu, 20 Maret 2011

merantau 1

by Zulkarnain Siregar on Thursday, March 17, 2011 at 3:12pm

datang dari rahim

berayun di tangan ibu

tetas kasih titisan air susu

dari hari ke hari menyulam waktu

menimang jantung belaian rindu

usia meninggi lincah cecahkan kaki,

awali diri dengan berlari, lalu pergi

ke dunia luar mencari-cari

memulai perjalanan kaki

tinggalkan janji

By : Zulkarnain Siregar

18 Maret 2011

Kamis, 17 Maret 2011

lalu waktu jadi pergi

by Zulkarnain Siregar on Thursday, March 17, 2011 at 4:28pm

pergi ke timur

sebelum mentari pagi

cari sesuap nasi

penuhi janji

buat anak bini

karena ilahi

pulang ke barat

ketika petang

jelang malam

di perjalanan

membawa hayat

selamat dikandung badan

pun waktu hilir berganti

usia badan menunggu janji

tak tentu hari makin menepi

apalah arti tiada budi pekerti

bila

pagi tak datang lagi

sesal diri jadi tak berarti

Rabu, 16 Maret 2011

perkusi malam

by Zulkarnain Siregar on Thursday, March 17, 2011 at 2:05am
Your changes have been saved.

sekejap perjumpaan

dalam rintik-rintik hujan

basahi pucuk dedaun

dari sela ranting pohon

dan pekat-pekat debu

yang bertengger di tusam

malam ini lahirkan hujan

memainkan perkusi alam

pun denting dawai di aras

bertalu-talu di atap rumbia

malam tak hendak berbulan

dan dinding kemarau selatan

bau debu menyeruak jalan

yang terbakar terik siang

menjala angin menahan dingin

uap jalanan merasuk tubuh

lalu sepi tanpa suara malam

hujan mengalir ke selokan

walau pekat debu jalanan

kata pun seakan harapan

walau sekejap perjumpaan

by: Zulkarnain Siregar

16032011

Selasa, 15 Maret 2011

Tsunami di Tanah Haiku

by Zulkarnain Siregar on Monday, March 14, 2011 at 9:21pm

ketika musim semi tengah merona

ia tiba tetaskan duka negeri sakura

dan mata ikan dipenuhi air mata

tatkala kaki-kaki samudera mengejang

retak kerak bergerak jejak meregang

mengayun-ayun Honshu dan jejali petang

dengan lantunan birama fortississimo awal

sua kesekian kali itu. lalu, mencegat siang

dalam ruang-ruang keseharian jadi gagu

begitu lengang dan mengecutkan jiwa-jiwa

meminta sekejap masa antar gumpalan cair

menyurut tinggal larut dalam lekuk lempeng

melesak rekah pada dendang nan berpeluk

panjang ambang gelombang tak berhingga.

mata tertumbuk pada berita layar kaca

seketika risau dalam petaka berulam luka

datang begitu tiba-tiba di tanahair sajak

haiku,yang kunikmati pagi di i dunia maya

dan kisah para penyair-penyair melegenda

Iga singgasana Basho menguncup kuntum

kuntum kata nan mekar pun wangi merias

larik-larik sajak Empat Haiku saat ia lukiskan

Tokyo itulah Edo pada bingkai-bingkai kredo

bertabuhkan gelombang dan nyanyian

leluhur dari hamparan samudera bawa

gemuruh meluruh menggunung-gunung

riuh rendah seperti bukit tanpa nama .

lalu memangsa apa saja yang tak terkira

dalam hitungan kekuatan akal manusia

hampiri saat asal hikayat bumi semesta

hingga selokan gempa pesisir samudera

kini tsunami tak membuatku luput merindu

haiku dalam empat musim membiru sendu

by : Zulkarnain Siregar

11032011 disalin 15032011

catatan : Musim Semi

Mata Ilkan dipenuhi air mata

Bukit tanpa Nama

(petikan dari Haiku Matsuo Basho)

Minggu, 13 Maret 2011

belenggu duga

by Zulkarnain Siregar on Monday, March 14, 2011 at 2:28am

andai malam terjaga

cumbulah hening yang tiba

saat hadir membelenggu duga

dengan tanya membelah jiwa

tanpa malu- malu pada dusta

yang menghiasi rongga dada

ketika siang penuh luka, duka

nestapa di perjalanan manusia

andai malam terjaga

temanilah risalah kata

di setiap perjumpaan masa

hingga di persimpangan usia

agar rupa tak mengada-ada

sepanjang harapan kasih setia

yakin seada dan bersahaja

tiada luput suasana kembara

dan tanya siapa sehari-hari kita

andai malam terjaga

mari berbicara soal peka

yang pergi entah kemana

ketika siang terik sang surya

membakar ubun-ubun kepala

dan menerbangkan debu kota

hingga ke jalan batu setengah dua

mengubur raga-raga rapuh di pusara

by zs

prolog (sketsa anak)

anak,

(..................)

kemana kita

menitip masa depan


di matanya

...di hatinya

dan dimatahatinya


agar ia berjalan

seiring waktu

dan memayung

kasih ibu yang semesta

tanpa ragu


by : zulkarnain siregar

Selasa, 08 Maret 2011

tak selalu dusta

by Zulkarnain Siregar on Tuesday, March 8, 2011 at 9:32pm

kau kirim setangkai mawar putih

ketika rembulan tertutup awan

dan kau selipkan sebuah romansa

yang berkisah tentang ungkapan

cinta yang entah kapan terasa ada

lalu pergi begitu saja entah kemana

sempat aku mabuk dengan keindahan kata-kata

yang terangkai apik, menggelora membuat malam

malamku jadi begitu bermakna. entah terpesona..

entah terlena.. aku tak punya pilihan rupa serasa

walau rembulan tak lagi tertutup awan di luar sana

terbayang rautmu di kelopak mawar putih pemberian itu

yang menebarkan semerbak dalam ruang-ruang batinku

lalu kubaca bait-bait romansa yang seirama dengan alunan

dawai tetangga sebelah, aku pun mahfum dalam rangkaian

kata-kata terselip selingkuh makna yang merona seloka jiwa

terasa ada lalu pergi entah kemana,walau cinta tak selalu dusta

by :zulkarnain siregar

08032011

Senin, 07 Maret 2011

bila akar jadi pikiran

by Zulkarnain Siregar on Tuesday, March 8, 2011 at 10:45am

bila akar jadi pikiran

serabut akan membungkus tanah

dari retak dan segala guncangan

tempat segala pepohon tumbuh

perisai ladang dari kemarau pangan

sebelum datang petaka kelaparan

bila akar jadi ingatan

tunggang akan menampang tanah

dari pengikisan oleh alam dan buatan

sumber segala mata air buat keturunan

tanpa banjir dan bencana badai topan

hijaulah hutan kehidupan masa depan

andai akar jadi kekuatan

tak kan ada kebimbangan

ketika menjelajahi kearifan

tanah-tanah dan mataair

hingga air tanah, air mata

buat alam dan lingkungan

andai akar jadi pedoman

tak kan lahir kesesatan

ketika mengusung tanah

asal berakar kemajemukan

dalam bingkai kebhinnekaan

dari moyang yang tinggal

di bagas godang di atas bukit

bukit sampai pinggiran tasik

bila akar jadi kebutuhan

tanah ini akan merdeka

dari jajahan dan kemiskinan

hati nurani dan ketegasan

bukan bentuk lain dalam

sekolah-sekolah yang kehilangan akar

karena akal dididik cuma pintar berhitung

untuk mengali-ngali dan menambah-nambah

minus pintar dalam membagi-bagi dan mengurang

angka begitu keramat walau tak berbukti juga berbakti

angka menjadi gengsi padahal cuma mimpi dan nisbi

lalu mencari akar di tanah-tanah yang jauh dari diri ?

Oleh : Zulkarnain Siregar

akar tepi Danau Lenting, Tiga Juhar

belajar pada akar

05032011

Kamis, 03 Maret 2011

siapa mengurung malam

by Zulkarnain Siregar on Thursday, March 3, 2011 at 11:33am

entah mengapa tiba petang

bawa rindu datang

sapa siapa malam

yang telentang

di sepanjang

bayang-bayang

yang hilang

terbilang

pun

laksana asa kubalut

kencang dengan selendang

lalu kubawa pulang

sambil berdendang

menanti pagi rembang

meniti di jalan melintang

ujung pematang

lalu

siapa

mengurung

malam tanpa bulan dan bintang ?

by : zulkarnain siregar

Rabu, 02 Maret 2011

fatamorgana

by Zulkarnain Siregar on Wednesday, March 2, 2011 at 7:58am

hiruk pikuk suara rakyat

tapi bukan suara tuhan

ingin belenggu kezaliman

seakan revolusi di tangan

tapi timur tengah dan afrika

cuma berpindah tangan

dari tuan-tuan feodal

bakal ke tuan-tuan kapital

lalu atas nama suara rakyat

genderang revolusi seolah

berdentam-dentam. silaukan

dunia picingkan mata semesta

bukan karena negara sejahtera

tapi pembagian tak merata

ayo mari bagi timur tengah

dan afrika agar rakyat bisa

dipanggang di atas nyala-nyala

minyak keperluan eropa dan amerika

siapa bilang tuan-tuan kapital

punya rasa manusia kalau lihat

minyak menyala dari timur tengah

hingga afrika?

siapa bilang tuan-tuan feodal

tak ingin tetap kaya

walau jadi pecundang

dalam istana kencana?

cuma pembagian tak merata

seolah demokrasi datang menyapa

lagi-lagi fatamorgana

By: Zulkarnain Siregar

lamunan hujan

by Zulkarnain Siregar on Wednesday, March 2, 2011 at 7:05am

kukejar kau berhari-hari

tak kunjung sampai

hingga peluh berbutir-butir

melumuri setiap sendi

terasa bau asin kemarau

panjang yang kau kirim

dalam catatan harianmu

lewat terik matahari tinggi

derajat kelembabanmu

lalu sempatkan aku istirah

aku tengadah ke langit

menanti janji membasahi

padi-padi petani seusai

panen raya dimana-mana

barang mampir sejenak

pun kau tak hendak

walau sesekali sayup kudengar

isyaratmu dalam telangkai

tiga halilintar di sudut langit

malam yang membawa mendung

bersabung-sabung

ooo hujan datanglah padaku

agar pohon-pohon segar kembali

bumi lalu basah dan pupuskan debu

yang hinggap di setiap kening-kening

ranting yang rapuh dan dedaunan

sepanjang jalan.

malam pun berhias

menanti tarian hujan

yang gemulai di atas

kereta api malam

aku tertegun pada hujan yang datang

tik...tik...tik...hanya rintik-rintik

walau itu cuma lamunan

By : Zulkarnain Siregar