Selasa, 31 Agustus 2010

tarianmu sinabung (akhirnya kumengerti)

by Selendang Jingga on Tuesday, August 31, 2010 at 9:38pm

kudengar iramamu dari nun desa payung

yang lama sekali tak melantun pada riung

riung telaga yang sempat terlupakan oleh

laku pesona gunung menjulang sinabung

rupamu membuatku lamat-lamat teringat

kisahmu yang menjaga pepohonan rimba

dari serakahnya manusia. entah itu kau

miliki misteri yang memesona penjelajah

atau ingin kau menghindar ulah penjarah

seberapa waktu ada cerita yang tragi

dalam biduk pelukanmu kau kepit erat

tanda kau tau itu hidupmu menuai ari

di dalam tarian yang mendendang pagi

tuk buktikan semua hari ada tarian ini

ingin kau pekatkan langit-langtmu sisa

sebagai tanda sinabung masih berupa

untuk semua rasa yang gundah gulana

menanti uluran hati para penjaga janji

di seantero negeri awal bermula sakti

misteri sebuah rupa yang kumengerti

maafkan aku sinabung yang lupa rupamu

by: Zulkarnain Siregar

21 Agustus 2010

Minggu, 29 Agustus 2010

dalam urat nadi kuasa-Mu

by Selendang Jingga on Sunday, August 29, 2010 at 6:53pm

aku jatuh pada kuasa-Mu

di hari puasa yang ketujuh

terbayang dalam benakku

rute terhampar melaju maju

berliku-liku lalu dalam tubuh

berbungkus nadi yang pagi

dan urat-urat di sekujur ngilu

tempat tersimpan seluruh-Mu

dalam doa yang tiada jemu

berkali-kali kucoba bersapa

dengan astagfirullah di dada

lalu berlanjut alhamdulillah di

kepala mata telinga itu suara

sembari allahu akbar barkali-kali

mereka semua jalan yang semu

dalam binar mata mencari caya

malam-malam keagungan dari-Mu

lalu aku terjatuh pada kuasa-Mu

mencari rute jalan-jalan melaju

terbentang di depan dengan liku

liku yang berbungkus nadi setiap

pagi yang tersimpan dalam urat

urat di sekujur waktu. itu cari ku

by:Zulkarnain Siregar

ramadhan ke-19 1431 H

Wangi tak lagi menebar

by Selendang Jingga on Saturday, August 28, 2010 at 1:43pm

ketika hujan berbaris di kuntum putih

melati itu..aku sempat bercerita pada

seorang anak perempuan tentang

langit yang hadirkan air bagi hidup :

kenanga,mawar,kamboja, ganyong,

sedap malam dan bunga tak berbunga

lalu dia memburuku dengan tanya

mengapa bunga tak lagi menebar

wangi pada taman setiap halaman?

atau zaman telah memagar agar

wangi tak menyebar aroma rupawan

hm..aku terkesan

By: Zulkarnain Siregar

27 Agustus 2010 bersama anak2

pendongeng

Furqan

by Zulkarnain Siregar on Sunday, August 29, 2010 at 5:48pm

Menjejak firman-Nya

dalam sejarah tulisan

sepanjang

dua puluh dua tahun

dua bulan

dua puluh dua hari

tuk isyarat furqan

nuzululquran

by:zulkarnain siregar

Kalam Toba

by Zulkarnain Siregar on Friday, August 27, 2010 at 9:18pm

buat Thompson Hs. juga Plot

Lalu ada Toba

yang t'lah berbeda

ketika "ruh" sastra

mengawali kerja

adab dan budaya

bukan atas nama

agama agama juga

marga marga, lama

menanti jadi ada

lalu tumbuh peka

rasa tuk buka mata

semua mata dunia

ada batak di Toba

untuk manusia

yang bijak lalu

seiring menjaga

baru ada makna

somba de bata

mula jadi na bolon

by: Zulkarnain Siregar

23 agustus 2010

Senin, 23 Agustus 2010

kuingat itu

pagi sempat bercerita pada setiap

jendela yang menunggu terbuka

di sepanjang jalan puasa

tentang berbagi janji pada du'afa

yang menunggu sapa pemilik puasa purna

dari madrasah tempat silaturahmi saudara sesama

di ujung tarawih, witir , tadarus dan kuliah-kuliah jiwa

dari petang, senja hingga matahari menerpa semesta

sambut fitrah umat manusia dalam khazanah kalamullah

jalan puasa membuka pintu hati terbuka bersama du'afa

hingga sesempurna kala

by:Zulkarnain Siregar

12 Ramadhan 1431 H

kalam toba

by Zulkarnain Siregar on Monday, August 23, 2010 at 1:26pm

Buat : Thompson Hs dohot Plot

lalu ada toba

yang berbeda

ketika sastra

yang bekerja

bukan atas

nama agama

juga marga

marga, lalu

peka budaya

membuka mata

untuk manusia

saling menjaga

baru ada makna

somba de bata

by: zulkarnain siregar

Jumat, 20 Agustus 2010

mencari tepi

by Zulkarnain Siregar on Thursday, August 19, 2010 at 10:47am


Merdu memoles aras malam yang berhingga,

namun oleh wewangi tadarus lalu melampaui nama,

pun waktu, batas tiada bertepi,

sementara memujilah seisi alam larut tulus dan kudus.

hati pun memilih thaharah lalu bertasbih

mungkin kemarin ada lipatan kata

yang terluka saat dilantun

lalu lupa tuk dibasuh, dibalut agar sembuh

kini dengan hati sapa sahabat,

kawan dan handai tolan uarkan maaf

dan mohon ampun pada-Nya jika berkenan

agar "jalan" dalam rute ramadhan menjadi berkesan

lalu kuntum-kuntum semerbak bersemi sepanjang masa

di sanding dengan tarian rama-rama yang riang bahagia

semarakkan cinta yang tiada henti...konon menjadi inspirasi

tumbuhnya aneka kehidupan di aras bagai karya agung

hendak menyapa setiap langkah

pun tinggal setapak mencari suluk,

leburkan gelora ria hasrat mengejar nama

menekuni ritus pahala. semoga takseperti apa adanya?

andai tertinggal saat melangkah mencari jejakkemarin di setiap persinggahan : sebuah resam yang dibingkai luhung tak lagi dapat bersanding dengan rindu akan waktu. tentu tiada perlu ragu membalut kalbu. cukup hanya keliru yang mengaku pada tabu



di sudut petang

by Zulkarnain Siregar on Thursday, August 19, 2010 at 9:57am


amboi...lalu sebuah logat ketjik melentjit-lentjit

saban waktulah merajut rindu pada melayutu

yang dulu itu.

ada kilah-mengilah yang tak jua hendak

dirangkai jadi resam di tengah kecamuk

merebut puak pada tanah andalusia timur

pun serakah meringkus diri, tatapan lingar

senandung samir sesaat nyiur meluluh sagar

mukim sakai samar luluh merumbai-rumbai

di ujung semak samun didera rasa mengkalai

namun para darwis terus menyulam pepatah

menjaga waris di lereng-lereng sepi perangai

di sudut petang ada serumpun selasih tumbuh

di antara ganyong dan cempaka merah saga

tempat cerita melayu berbingkai kata pembuka

lalu ingin menyadur rasa dalam setanggi seloka

by : Zulkarnain Siregar

Beranda senja

Selasa, 17 Agustus 2010

dari sarinah ke ola la

by Zulkarnain Siregar on Tuesday, August 17, 2010 at 2:39pm


hm...tak perlu rasanya rencana

ketika kata berubah jadi makna

semua rajutan cerita maya tiada

lagi di batas angan melambung

entah kemana

lalu waktu dibiar pergi ke sana

mencari jalan tentukan sua seada

senja setelah berbuka puasa...

coba meminang rasa dengan masa

walau ada berbagai tanda tanya

memang tak perlu rencana

ketika kata berwujud makna

dalam setiap rasa yang peka

pada apa yang terkait manusia

sebab di sana ada duka dan suka

yang meneguh pada setiap raga

tempah bersimbah warna merupa

dalam jiwa tertanya sejak lama

(mengapa tiada dijawab seketika?)

memang tak perlu rencana

rasa meminang masa itu ada

sesaat dirajut sedalam jiwa

walau jarak tak selalu terbuka

entah mengapa ingat teman di maya

kata lalu meluncur di antara masa

lalu menabrak asa yang berbingkai

rencana, lalu langkah tetap bersua

mungkin itu ada dirasa bersama

untuk mengubah kata lebih berdaya

walau kota tetap membingkai warga

dengan statuta yang merantai duka

inilah jalan dari sarinah ke ola la

tak perlu dihiasi basa-basi kota

yang "merampok" sisi manusia

dengan benda yang dikira wibawa

by: Zulkarnain Siregar

script di benak: senja di Jakarta, 15082010

bersama : eppi rafiandi,ila hawa, ayung dermawan

dialog 7 ramadhan, 65 thn ibuku

by Zulkarnain Siregar on Friday, August 13, 2010 at 8:05am
  • kulihat senyum selalu mengulum
  • di layar kaca ketika kilas kamera
  • membingkai raut rupamu merona
  • warna di balik duka nestapa papa

  • pada riwayat yang tertunda masa
  • dalam hitungan usia menuju senja
  • terus jua tertatih mencari diri sejati
  • di tengah lumpuh raga cita bangsa

  • ibu.....
  • walau baju yang membalut tubuh
  • itu telah kusam karena terik mata
  • hari yang tak berbatas,dalam dada
  • mengental darah tetap merah pun
  • jiwa patria yang meneguh seputih

  • tiada kau menitikkan airmata andai
  • anak-anakmu durjana lalu melupai
  • air susumu sesungguh dibalas tuba
  • tiada cerita hingga terus menderita

  • sebab kau telah paham laku aku,
  • dia, mereka yang selalu abai pada
  • spirit nusantara telah ada di dada
  • para pendiri bangsa di rumah ibu
  • dengan merah putih di beranda

  • teruslah senyummu mengulum ibu
  • walau bajumu kusam di usia senja
  • aku tetap sungguh menjaga hatimu


  • oleh: zulkarnain siregar
  • 13 Agustus 2010

sekilas petik di S

by Zulkarnain Siregar on Wednesday, August 11, 2010 at 5:42am
buat Mja Nashir

dengan menyandang ransel
dan tustel yang selalu di tangan
kau abadikan momen penting
ziarah kita pada alam sekitar
dalam perjalanan di atas motor
besar kita berdua yang entah
berapa jam itu saat matahari
sepertiga miring ke penggalan
barat,

lalu dengan sengatan matahari
yang memerah dan membakar
sekujur wajah,pula sejenak
ingatan dapat abai utama
dengan berita-berita besar
memilu dan menyembilu rasa
anak-anak negeri yang terlunta
di setiap persimpaangan jalan

ceria itu tak tertampik saat
mengintai view yang unik-unik
dan berisi spirit komunal
kemudian direkam dalam bingkai
kehidupan yang seimbang
ada kisah tentang jalan
ada cerita tentang jembatan
ada legenda tentang bangunan
juga ada kemuakan tentang tatakota
yang seragam kehilangan nilai spirit

mungkin tustel itu akan bercerita
pada siapa-siapa tentang riwayat
para pembual kota

walau perjalanan masih tertunda



by:zs dalam rute teriknya mentari
petang dalam ziarah alam
menyambut 1 ramadhan 1431 h

di balik malam

by Zulkarnain Siregar on Tuesday, August 10, 2010 at 12:50am

larutmu malam membuka makna
pada kalam Tuhan

sebab sepi adalah relung tahajjud
waktu yang menunggu

ketika rindu lalu membasuh laku
masih ragu mencari tahu

dalam hening yang mengirim kata
mengapa jeda ikut bermakna

setiap kalam lahirkan simponi malam
isyarat Tuhan membuka jalan


selamat datang para halimun malam
menanti ilham dalam peraduan
yang kesekian


by : zulkarnain siregar
renungan malam dalam tahajjud

Minggu, 08 Agustus 2010

melukis hujan menagih janji

Today at 10:26pm | Edit Note | Delete

malam melukis hujan dengan garis
yang terputus-putus sejak meniris
dari langit tempat gumpalan awan
membuncah uap jadii jutaan baris
air yang mengaliri kemarau basahi
bumi yang telah berkali-kali dahaga
sebab ulah manusia tiada menjaga
pepohon tempat anak cucu menagih
janji : mati satu tumbuh seribu

lalu terdengar perkusi alam memecah
sepi malam diiringi dengkugan katak
penjaga hujan saling bersahutan ria
menyongsong alir-mengalir jejak air
yang sempat lembab dirangsek gegar
hangatnya alam meringkik duka pagi
hingga senja yang membawa petaka
jagawana tempat jati luka belantara:
patah layu tiada tumbuh, lalu hilang
kayu-kayu bukan karena lalai melulu
dari bumi, saat malam melukis hujan


ada rindu yang bertalu-talu pada jiwa
yang tiada ragu jika laku dapat ditiru
perisai malu :tanam seribu tebang satu
agar hujan bertalu-talu lewat perkusi
air menabuh genderang ini berbunyi
pertanda janji setulus hati raga bukti
tak layu di telan bumi guna ini negeri


malam melukis hujan menagih janji




by:zulkarnain siregar
hujan 2 (08082010)

Sabtu, 07 Agustus 2010

sajak para pencari malam


pun ia menari dengan kepaknya yang lembut
bagai membuka setiap umpama isyarat malam
dengan tubuh mungil dandan raut yang natur
putih kemilau pualam merayu rupa rembulan

banyak dahan-dahan tertegun menatap gerak
yang indah ketika kepaknya berdendang ria
sejak senja itu tiba. ada yang menepuk tangan
berhentak kaki, lalu melenggang terbawa irama

waktu terus merangkak membawa sajak berima
yang tersusun apik dari helai-helai aksara kota
hingga rusun-rusun yang tiada tertata parapraja
tempat para pencari malam menyeka peluh setiap
kata. sepertinya makna tak selalu menjadi apa ada

apa cahaya rembulan menembus dahan-dahan malam
di beranda kota yang sesak oleh gemerlap rasa, entah
tiada berpenyangga, mengusik raga tanpa berkata ada
menyapa setiap dinding kota tanpa ragu dengan irama

niscaya para pencari makna meranggas
hati daun-daun yang tumbuh di lereng
malam tempat para sesepuh menguji diri
tersungging kulum ditemani rembulan..
yang tak hendak meninggi puncak lara


by: zulkarnain siregar
hutan jati jagawana
7 agustus 2010

Kamis, 05 Agustus 2010

Masih Jelas Kudengar Dialog Lebah

Today at 10:48pm | Edit Note | Delete

seperti apa engkau mencari makan?

(.........................
.........................
terbang rendah di serbuk sari tanpa
merusak putik dan kuncup puspa
yang hendak mekar, di pagi juga
petang yang pulang ke sel sarang
..................................................)

seandai apa engkau meramu sarang?

(..................................................
mencari ketinggian yang tak terjamah
sesiapa nun jauh di ufuk lamatan para
pejalan dan tualang yang hingarbingar
dalam usil laku anak bertelanjang dada
.....................................................)

entah bagai apa engkau siangi siang

(.....................................................
kasih dari puan memimpin kami dalam
sel sarang yang sebadan, tak pernah
terabai oleh utamanya ratu, niscaya
serbuk sari jadi madu di ujung waktu
-----------------------------------------)

lalu hingga bagaimana kepal mengerang

(.....................................................a
ketika sarang diserang terbang, lumatlah
kan radang menabuh genderang perang
di segala celah yang himpitkan petualang
tandingkan lawan sanding segala kawan
............................................................)

lalu kutanya setiap singgah, di sela-sela rute
jalan setiap raga yang titipkan sebait epilog
batin yang mendedah jiwa, masih merindu
adakah lagi setiap suratan itu seperti: lebah?

begitu tasyakur dalam bingkai sunatullah


by: zulkarnain siregar
malam ini sujud tasyakur
05 Agustus 2010
greengreen grey

Malamku Bersama Tarian Hujan

Yesterday at 9:10pm | Edit Note | Delete

lalu malam pun tiba
mengintip celah jendela kaca
tempat kita pernah bercengkerama
di rumah sua hari-hari melahirkan nada
tentang cinta, manusia,prilaku dewa-dewa
sesaat hujan mulai bertandang berikan tanda
entah penuhi janji suka cita yang keberapa

begitu jua
terasa sentuhan rintik demi rintik
berirama samba mengusik lantunan malam
yang tiada ada pergi menjauh merajut balada
tentang senandung raga bersama tarian hujan
penuhi kata di atap rumbia tempat selimut malam
menutup malam dengan segala pelepah rupa mayapada

kini tiba ku bersimpuh
pada langit yang menurunkan tarian hujan
di antara nada-nada kemarau yang mengering
membuat bumiku sempat terluka dan terlunta-lunta
sertakan aku lalu menikmati tarian hujan di hadapan
jalan-jalan yang membuat semua jiwa jadi tenteram

kemudian,
malam ini juga aku ingin menari bersama tarian hujan
yang semarak , mendendangkan kata dan nada puja
selamat malam hujan yang mengalir dalam setiap iga


by:zulkarnain siregar
hujan menepis hati
rindu menjelma kata
4 Agustus 2010

Siapa Melayu ku


lalu aku mencari tahu
dari rumpun-rumpun bambu
yang rimbun di gunung-gunung batu
tempat aksara ditulis pada pelepah kayu
dan tangkai daun-daun di belahan waktu

benarkah itu ibuku ?

lalu aku mencari tahu
pada semua tarikan garis yang
pernah ada di bingkai ornamen kayu
yang menghitam pekat dilapisi waktu
sebelum prasasti diukir pada batu-batu

benarkah itu ibuku ?

lalu siapa melayu ku yang kunjung tahu
berabad-abad lalu datang menegur sipu
dari rahim seorang ibu menurunkan aku

lalu siapa melayu ku yang bersenandung merdu
membujuk rayu dari masa-masa yang tiada ragu
persuntingkan ibu bagi melayu anak-anakku


siapa melayu ku ?

ibu yang menurunkan aku
ibu yang menurunkan anak-anakku



ini larikku: Zulkarnain Siregar
Batangkuis-Kotarantang : 15 Mei 2010
disalin ulang : 2 Agustus 2010

Sepenggal Ingatan di Kampus Padang Bulan

ada setangkai asa yang berbunga malam itu
merona warna dalam jambangan kristal caya
di bawah sinar lampu violet seribu watt terpa
wajah-wajah belia yang merajut kantata ria
sebelum semuanya larut ke peraduan diapit
waktu yang sebentar lagi tinggalkan gundah

sepertinya bintang di luar sana ingin berbincang
dengan seisi malam lalu titipkan tembang riang
pada jejak setiap perjamuan yang membawa aku
ke ruang lengang tak berbatas tempat segala
cita dan suka tumbuh berbiak , memicu wewangi
buku, pesta dan cinta di kampus-kampus sajjana

lalu dengan sepotong roti dan bandrek susu telah
membingkai malam dalam rentang yang terhingga
merangkak susuri dini perlahan, butakan pagi pada
seluruh senandung yang mewarna setiap bianglala
ketika langit pagi tak lagi seperti hari-hari lalu yang
yang dibalut resah pada seisi malam yang tak tersisa

ada setangkai asa yang berbunga malam itu
merona warna dalam jambangan kristal caya
di bawah sinar lampu violet seribu watt terpa
wajah-wajah belia yang merajut kantata ria
......................................................
......................................................

konon malam menyapa para penjaga kata-kata
ketika para penakluk asa lalu bergegas meramu
makna untuk biarkan semua rasa dalam rupa-rupa
tempat hati sesiapa mengisi malam penuh ceria


by : Zulkarnain Siregar
Simpang Selayang 30 Juli 2010

Trilogi (Zul, Sang Embun,Iphal Hombink

Saturday, July 24, 2010 at 4:53pm | Edit Note | Delete

ada lelaki yang memetik dawai, sesaat menghalau penat di benak.
lalu, perempuan menyulam syair di setiap tangga nada.
mengalun nyanyian senja di tengah marcapada

lalu ada kenari yang menari lincah diatas dahan jambu yang meregang sepi...
menanti....sang kekasih menitip cinta diantara pelepahnya

perlahan menyurut temaram
jingganya senja terus merenda
padang ilalang sembari mengulum rayuan
... desah seruling para gembala yang menghalau pulang
jendela masa yang tak hirau akan rupa sang tifa
..........................
................................
.................................................................
..................................................
hm
betapa
warna mengusik rasa

jingganya lembayung senja
menghantarkan rindu didada
adakah dia merasa
ini aku ada untuknya….

Lalu, penyulam itu terjaga dari mimpinya dan mendapati dirinya berubah menjadi belalang.



by : kolaborasi (zulkarnain siregar, sang embun dan iphal hombink)
medan, 24 Juli 2010
pukul 17.00 WIB

warnarasa

Saturday, July 24, 2010 at 4:34pm | Edit Note | Delete
Uploaded via Facebook Mobile
ada lelaki yang memetik dawai,
sesaat menghalau penat di benak.
lalu, perempuan menyulam syair
di setiap anak tangga nada.
di ujung hari angin mengalun
bawa nyanyian senja di tengah
gelora marcapada
perlahan menyurut temaram
jingganya senja terus merenda
padang ilalang sembari mengulum rayuan.
desah seruling para gembala yang menghalau pulang
jendela masa yang tak hirau akan rupa sang tifa
..........................................................
.................................................................
..................................................
hm
betapa
warna mengusik rasa

..... sapa tifa membuka suasana
tak kan pernah serupa seperti apa
yang pernah ada pada masa-masa...
nyata atau terjaga. sebab lelaki pemetik dawai
hadiri jiwa yang penat di tengah sengketa raga
para punggawa dan dewangga
.....................................
.....................................
......................di lain waktu
perempuan penyulam syair lalu
meramu tembang dalam senja di tengah marcapada
sebab ada tifa membahana lampaui jendela masa



By : Zulkarnain Siregar
24 Juli 2010