Rabu, 31 Maret 2010

Maaf...Sejenak Aku Berkhayal, Kawan..

pagi itu
kau hidangkan haiku padaku
yang penuh dengan imaji
dari seorang belia
yang bercerita tentang gipsi

seyogianya
aku jadi teringat terjin
yang pernah kunikmati lantunan lariknya
berisi sajian lekukan ornamen barok
tatkala kuning emas
begitu mempesona Prancis
dalam dendang relief
di abad enam belas
hingga pertengahan delapan belas

ooo begitu
menjadi mabuk...
aku
pada iluminasi

juga
oleh kemilaunya
seni gotik pada dekor dan pahat
sebagai angan figura arsitektur yang humanis

khayalku
ya.......
aku


by : zulkarnain siregar
menjelang april dinihari

Selasa, 30 Maret 2010

euphoria ..........

bebas...yang bagaimana
yang kau inginkan kawan?


kadang, aku jijik

dengan sepotong kata itu
yang kaumakna sesuka-suka
untuk bisa membuat sejarah luka

kemarin kaugugat kuasa
dan bebas kaujadikan perisai
demi vested interest


hari ini kelakuanmu semena-mena
kaugadai, tanah dan air ini
demi untuk kerajaanmu
di negeri orang

esok anarkimu menjadi-jadi
kaujual, seluruh isi negeri ini
agar kau bisa nyaman bersama makelar bagundal

karena
semua orang bisa sesuka-suka
sambil memaksa, lalu mau kemana yang lain
anarki...?

berlagak religius, sambil menguras perut bumi
dikemas dalam bhinneka tapi gemar mengadu-domba
semangat bersatu tapi menindas

cukup
kurasa tak perlu bebas
kalau demikian
aku jijik sekali
dengan sepotong kata
yang kau makna sesuka-suka

aku mencium
bau tipu-tipu
yang kau had
irkan lewat aturan-aturanmu
lewat pepatah-petitihmu
di sepanjang kota itu

agar kau tau
aku cuma butuh, hatimu kawan
bukan bebas yang kau dengungkan


juga
agar kau tau kawan
kita butuh malu
bukan bebas rasa malu,

agar siapa saja
tak lagi mengompas suara dan hati
tak lagi m
engungkap paling benar
tak lagi mencuri tanah dan air
karena pakaian kita
malu


untuk menjaga negeri
yang terus-terusan
tak usai
dirundung m
alang

31 m a r e t 2010

Tak ku tau

hatimu dan hatiku
kumasukkan dalam gelas kaca
yang berisi rindu pada waktu itu

namun rinduku dan rindumu
tak mampu menyapa walau bermuka-muka
karena tak tahu apa dikata

mungkinkah itu
sebab tak ku tau




by:zs maret 31

Senin, 29 Maret 2010

alegori

kita rusak karena tiada
tidak pernah ada
juga mengada
ada

tidak biasa
karena ada kuasa
bukan mengapa
untuk menjaga

suka jemu dengan
kata dan rasa
padahal budi akal
tak pernah
berdaya

meski jalan telah jauh
masih juga
jahit sudah lelindan putus

siapa menjala siapa terjun
tapi
terus saja
itik berenang di air
mati kehausan


zukarnain siregar
akhir maret 2010

bukan keraguan

di mimbar itu aku tengadah diri
ingin menyobek semua riwayat
pada dada yang selalu membekuk jiwa
untuk lepas dan bebas
mencari jati

di tempat itu juga kugenggam tanganmu
tuk temukan diri
sebenar-benar jiwa
yang lama teraniaya
oleh kesombongan dada

memang
masih juga

ada tangan tak berdaya
yang lama telah menyimpan duka
karena ulah tak berjiwa
mengumpankan petaka
tuk tegakkan wibawa durjana

namun...
lepas bebas adalah bianglala
yang merona raga cakrawala
sesaat pagi
menjanji jiwa

tuk lalui jalanmu
yang ada di kitab suci
tanpa riuh rendah
tanpa ritual
tanpa ..........

apa
apa
yang menggelora


by.zulkarnain siregar
selepas senin yang menjemukan 30 maret 2010

Adakah Seperti itu....Bu?

Engkau ajari
Hatiku dengan asih puisi-puisimu
Yang penuh jiwa lagi peka
Dalam kelas-kelas sastra itu

Lalu perlahan tumbuh nilai
Dalam sanubari ini
Tunas-tunas muda menjadi kuntum
Kejujuran
Keikhlasan
Kerendahan hati
Dan pengakuan diri

Sebab apa ?
Cahaya kekuatan asa ada padanya
Dalam balutan rasa
Mengalir jernih
Dalam jalinan waktu
Yang begitu..

Engkau dendangkan rebana
Agar kubermain dalam anotasi
Dan angka-angka
Pada kehangatan kelas-kelas
Matematikamu

Yang kaulantun dengan anggun
Hingga tak terkira
Piker yang tumpul ini
Jadi terbuka

Sebab kutau
Engkau ingin suatu ketika
Tajamnya pikir ini
Tak tergadaikan oleh kecamuk rasa
Yang membungkus suka atau duka

Juga..
Sebab kutau
Engkau ingin rindumu pada logika
Benar mewujud nyata
Untuk ini negeri tercinta

Awal Maret 2010

Dari Pojok sebuah Catatan Harian

Bu…
Kenalkan aku pada rindu
Yang berbuat tentang ketulusan
Walau kutau itu akan menyulitkan
Bagimu dan bagiku

Bu…
Pahami aku tentang sebuah kebenaran
Walau itu seperti kunang-kunang di kegelapan.
Andai kubisa jadi martir untuknya

Bu…
Perlakukanlah aku pada kasih kepedulian
Walau kulihat
Kesenjangan adalah bencana
Dari kemanusiaan kita
Yang semakin hari
Makin mengubah wajah menjadi buas

Bu…!

Awal Maret 2010

sedikit tips tentang penulisan puisi

apa yang dilakukan jika berkeinginan menulis puisi 1) kontemplasi : bagaimana upaya membangkitkan kembali kesan pengalaman baik nyata atau imajiner yang kita miliki seperti ttg diri sendiri, lingkungan, tempat tinggal , masyarakat dan budaya hingga hal yang universal. soal-soal kemanusiaan , religiusitas, social culture, perjuangan , idealisme dan kasih sayang. semua tentu bukan hal yang jauh dari diri kita. amat dekat dan itu bagian dari pengalaman hidup.Kontemplasi hanya salah satu cara merangsang inspirasi agar dapat tergali ketika akan menentukan tema garapan.cara lain bisa juga terinspirasi dari membaca puisi, novel.cerpen dan cerbung. menonton film atau mengamati peristiwa. Sumber inspirasi cukup banyak dan ada di mana-mana

2) media ungkap: a. citraan beserta diksinya b. permainan bunyi (asonansi-aliterasi) c. susunan larik (bait) d. tipografi

3) mencipta dan menulis : setelah ditemukan tema yang akan digarap tentu perlu dipertimbangkan kedekatannya dengan diri kita agar detail dari tema itu dapat terungkap lewat pemanfaatan media ungkap.diksi dan citraan yang dipilih tentu terkait dengan tema , sementara asonansi aliterasi juga sebaiknya memiliki makna tafsir yang konteks dengan tema. larik dan baiit tergantung pada komposisi puisi dan pesan yang akan diungkap. apabila sebuah tema dipandang berbeda oleh setiap penulis dari "point of view" masing-masing itu justru akan memperkaya tafsir dan karya itu sendiri.penulisan juga membutuhkan tanda baca. setiap penulis puisi memiliki licentia poetica. terserah bagaimana ia mengayakan puisinya lewan tanda-tanda baca yang mewakili nilai rasa dan estetikanya.

4) penetuan judul dan tipografi : penentuan kedua hal ini tetntu amat terkait dengan garapan tema. begitupun tidak melulu tipografi harus nyambung sekali dengan tema. sebabbagi penulis awan tipografi belum menjadi anotasi utama dalam mengeksplor profil karya puisi tersebut. Judul dipilih sedikit ngeh...jika tidak unsur estetik dan puritantas karya sedikit terabaikan.

5) melakukan revisi: revisi biasanya upaya melakukan pergantian atau penyisipan diksi dan tanda baca. pada diksi mugkin ada kata, simbol citraan, idiom, majas dan bentuk ungkapan lain yang dapat dianggap belum terwakili dari sudut ekspresi, estetika juga komposisi pada tipografienya. kemudian melihat keterkaitan judul dengan isi , keutuhan pesan, bobot estetikanya dan harmonisasi bentuk atau tipografie.

lima hal di atas hanya salah satu tips penulisan saja. bukan satu-satunya tips.
silahkan mencoba.....

digali dari berbagai sumber

oleh zulkarnain siregar
akhir pebruari 2010

Marhaban Ya Ramadhan

Ramadhan akan meninggalkan kita. apa tanda yang dititipkannya buatku?
Adalah "cinta dan maaf". Cintailah hidup ini dengan keteraturan berpikir, bertindak,berkata dan berdialog kepada makhluk-Nya. Apalagi kepada-Nya.Maafkanlah tubuh ini yang (mungkin) dengan gaya, tingkah, langgam atau mimik bahkan senyum yang naif sekali. Cinta dan maaf hanya dapat bermakna tatkala dilakoni secara ikhlas.Mungkinkah esok kusapa engkau

Entah Apa

lampu peron t'lah lama padam
menebar kelam
dan menyimpan tempat ini
dalam bingkai dingin dan bau anyir

malam-malam merayap ke kuku kakiku
hingga ubun-ubun
memecah telinga dan ruang sadar
mencengkeram nyali

aku begitu larut
dalam ruang yang entah apa
begitu tercekam
dalam makna yang entah siapa

banyak kata yang pernah kuingat
ribuan angka yang kuhitung
tapi...
memuakkan selalu


hidup ternyata hanya pengulangan
dan tak lebih dari imitasi

cinta adalah gombal
yang dihargai sepicis,
buat apa?

di kanan kiri lidah entah siapa menjulur
serapah sumpah
lidah entah apa berdarah
mengumbar mangsa
menabur fitnah menebar benci

cintah entah apa?


aku dirampok dendam
di tempat ini
stasiun yang hampir sirna dalam ingatanku

di sini hatiku disembelih oleh keakuan
dicuka pembenaran
pada harga-harga keduniaan
pada materi kebendaan
pada akal kebenaran tanpa jiwa

entah apa, aku muak dengan diriku


medio agustus 2000
zulkarnain siregar

Tak Lagi Jadi Elegi (buat Capres & Cawapres)

andaikan tuan-tuan dan nyonya terpilih
jangan sangka kemiskinan materi
sumber segala bencana
negeri berbagai pulau ini

sebab kami-kami yang miskin
masih sangat tau harga diri

andaikan tuan-tuan dan nyonya terpilih
jangan sangka berutang ke luar negeri
sumber penyelesaian bencana
negeri berbagai pulau ini

sebab kami-kami pun tak tau, untuk apa?
yang kami tau hutan kami gundul
yang kami tau sawah kami jadi realestat
yang kami tau ladang kami jadi ruko
tanah bukan milik kami
air bukan milik kami
bahkan diri kami pun
bukan milik kami lagi

andaikan tuan-tuan dan nyonya terpilih
jangan sangka pesona sihir demokrasi
sumber kerukunan warga
negeri berbagai pulau ini

sebab kami tau demokrasi cuma hitungan angka-angka
bukan mufakat yang diwariskan leluhur bangsa
sebab kami tau demokrasi membuat tegak yang besar
dan tiarap yang kecil
sebab kami tau demokrasi membuat semena-mena yang banyak
dan terlunta-lunta yang sedikit

jika tuan-tuan dan nyonya terpilih
jadilah pemimpin dan negarawan
jadilah pengelola bukan pemerintah yang tau cuma memerintah
ajari kami menjadi warga yang tau hak dan kewajiban
ajari kami hidup produktif dan hemat
ajari kami untuk tidak mengukur sesuatu
cuma karena kuasa dan harta
dan ajari kami keadilan

jika tuan-tuan dan nyonya terpilih
yang kami butuh:
peraturan yang sehat dan berkeadilan
penguasa yang santun pada warga
pengusaha yang menghargai keringat pekerja
harga-harga yang tetap terjangkau semua warga

lantas..

kalau tuan-tuan dan nyonya tak terpilih
sangkalah diri tetap kesatria
punya pekerti ucapan selamat
menjadi warga yang dihormat

kalau tuan-tuan dan nyonya tak terpilih
kami-kami akan menghormati tuan-tuan dan nyonya
jadi warga besar
negeri berbagai pulau ini


akhir juni 2009
10 hari kemudian
zulkarnain siregar

"membongkar" makna rakyat

Suka pakai nama rakyat? Ya, itu karena kata ini paling lazim dilidah para politisi. Sedikit-sedikit pasti pakai kata rakyat. Atas nama rakyat, dengan nama rakyat, ini persoalan rakyat. sedang mengurus rakyat. Alhasil kita memang cenderung terkecoh oleh sebutan ini. Terkecoh bukan karena tak tahu arti kata tersebut, tetapi ada kecenderungan pelecehan makna dan maksud ketidaksungguh-sungguhan penggunanya.Masih kuat dalam ingatan saya bahwa dalam pelajaran civic saya sering diperkenalkan dengan kata "warga" ,tidak dikenal kata ini. Pada pelajaran ini kata "warga", seterusnya menjadi kewargaan,kemudian terkait dengan negara maka kata tersebut menjadi "kewarganegaraan".Mengapa cenderung pelecehan makna? kalau ditinjau dari segi makna obyektif, kata rakyat itu abstrak. sukar ditebak secara kuantitas, apalagi kualitas. makanya begitu gampangnya kita menggunakan kata tersebut tanpa nalar yang logis. siapa sebenarnya rakyat? Atau dengan pertanyaan "rakyat yang mana?" Selanjutnya, mengapa dapat dikatakan bahwa penggunaan kata rakyat ada maksud ketidaksungguh-sungguhan penggunanya? Karena dari segi obyektivitas, kata ini menjadi tak terhingga (baik benda, ruang dan waktunya). Maka kata ini secara akuntabilitas tidak terlalu perlu dipertanggungjawabkan obyektivitasnya.coba perhatikan contoh ini : rakyat sekolah, rakyat kampus, rakyat partai, rakyat organisasi, rakyat rumah sakit. apakah ada nalar yang "menyalah"? selain kedua hal itu, yang paling ekstrem, kata rakyat dimaknakan sebagai pembeda dengan dengan elemen lain dalam lapisan masyarakat. bahkan cenderung dikonotasikan bahwa rakyat adalah elemen terendah dalam lapisan masyarakat. jika konotasi ini benar, dalam prilaku masyarakat maka makna tersebut akan menjadi stereotipe sendiri. Dalam tafsir lain "rakyat" adalah ketika diperlukan sebagai "transaksi politik" saja, tanpa hubungan makna relasi dengan negara. Sebab, rakyat dan negara tidak punya hubungan langsung secara maknawi. berbeda dengan warganegara dengan negara. Analogi keduanya, seperti pembeli dan pelanggan. pembeli tak terikat dengan penjual, tetapi pelanggan punya korelasi dengan penjual.mari kita pikirkan kembali apa yang telah kita buat di awal berdirinya republik ini. Atau mari kita ke: warga sekolah, warga kampung, warga kelurahan, warga kampus, warga partai, warga organisasi, warga rumah sakit dan warganegara Indonesia. Kata warga tentu akan menunjukkan hubungan makna dengan pranata, lembaga atau institusinya. Sekaligus juga akan membentuk hubungan tanggungjawab antara pemimpin dan warganya. Cukup adil dan cukup beradab, tidak vulgar,apalagi melebihi barbar.Terima kasih, mohon dikoreksi...


by:zulkarnain siregar

ya...setangkai nazam

Setangkai nazam
ingin bercerita tentang kaul juga kaula
seperti halnya hamba sahaya
yang setia nan budiman
pada sang penghardik
di saat menembang kaul
pada bentara
cakrawala kaula

Dalam angannya,
sahaya menemukan singgasana asa
pada celah-celah alur sungsang
dan birahi digresi yang seturut
dalam ruwetnya kisah-kisah tentang nawala

Nazim,
sang pencerita pernah sesekali
bernazar pada sahaya
'tuk 'tak lagi menghamba
pada jenggala kuasa
pada apa

lalu...

sahaya begitu memesona
dan bernazir tuk bijak bestari
tentang kaul juga kaula
seperti prihal hamba sahaya
yang setia nan budiman
pada sang penghardik

setangkai nazam
pun
tumbuh berbiak ,
menjadi pepohon
menduga cabang
menyangka ranting
karena nazim melisan
titah para nayaka

28 0ct 2009
zulkarnain siregar

kuselipkan asa pada kurun embun

mencari jejak embun
tatkala fajar mengintip dicelah rimbun dedaunan
tak terlihat ada kumbang menyari bunga
menghangat diri
kabut masih bergelayut
di jalan setapak nun di pusaran bukit

sepertinya ada gelora janji
yang duka terucap
dari sisi mimpi di keheningan malam tadi

adakah jemari tertusuk suka
yang pernah kau selipkan pada lipatan asa


dalam lipatan asa kau toreh simfoni
di antara belaian bentara pinus
berbisik di selasar deraian embun
yang tak juga berjejak

ada kerisauan dedaunan
mengapa embun tak jua menetes
seperti memakna pagi sedia janji

kusempatkan melongok sesosok embun lalu
sembari mengulum senyum dingin
semburat warna tak bertepi
cerna pualam verba nan anggun
melantun raga indah gemulai
pada jemari-jemari lentik
disaksi kerling pinus yang bergegas menjulai
ada id yang mengias pesona
pada biduk yang membawa kantata

bila jua embun menyapa?

pagi esok kutunggu sosokmu hadir
pada dedaunan yang telah kuhela
bersama hijaunya rerumputan di taman sari

walau sang fajar enggan bergelut
pada reranting pinus yang menua
aku tak lantas mengiba

sebab betapa hasrat ini janji
sempat meluka tanpa perih

lalu adakah engkau mahfum?
apa yang kukehendaki
dari jejak bijakmu
beningmu embun

setelah berjejak dalam bahu dedaunan
beningmu embun berkilau teduh
disentuh fajar
lincah kicau dahan menyapa
pupus ringkuh dalam diamnya aras
terselip rentak dan senandung
mengalun lembut berayun kurun

ceria pagi tampak tak khianati janji
yang masih tersisa dalam indahnya rindu


by:zulkarnain siregar
medio november 2009

kurenggut rindu dalam bingkai malam

rembulan tersenyum menghias kalam
merona rupa di tenggara rawa
menembus relung senta jendela

ada sentuhan lembut yang mengelus cahaya
dalam desah madah kelamnya majenun
sembari berpeluk dalam dinginnya malam
bersama jejak pemilik maqam

walau kepak rembulan mewarna ruang
merayap dinding mendaki langit
namun ada jiwa yang menyerta sesaat cahaya menyapa
dalam figura maya nan fana

lalu
kupetik rembulan di belantara malam
ketika lirih desau angin
yang menyertai rindu ini
di telaga bebatuan
tempat hati tertegun,
'''''''........ menanti janji

walau senyum yang kau ukir dingin
di bibirmu yang mungil
personifikasimu tetap meramu malam
dalam angan yang entah keberapa
masih sanggup kau raih arti sesungguhnya hidup
bahkan memakna kehidupan pada semua kawan
walau itu menjadi taruhan hidup
tanpa riuhnya pujian

rindumu pada janji sangkala
tatkala malam menari menggoda hati
masih saja menyisakan raga
ada kelembutan yang tetap menabir hati
dengan menyusun kata dalam bingkai dusta
adakah dendang penabur cahaya?
walau tak kuasa pada teguhnya durjana



by:zulkarnain siregar
11 Januari 2010

Kupetik Janji dalam Ruang Batin

ada symphony ketika kupetik janji itu
mengalun merdu merenda cerita
lalu kuletakkan di ruang paling dalam
pada bingkai asa
sembari kuselipkan asal kita berdua
pada kristal periasnya

kau ungkapkan kehendak
pada mata air yang mengaliri celah-celah bebatuan
tak berlumut dan berpasir
sambil kau torehkan sepotong kata " love me somebody"

sempat aku larut dalam janjimu
juga pesona ungkapanmu, bukan pada sepotong kata "love me somebody"
tapi pada mata air yang setia mengaliri celah-celah bebatuan
tak berlumut dan berpasir
aku begitu yakin

namun

tak terbayang
janji yang pernah kupetik dan kuletakkan pada
ruang batin yang paling dalam
mulai retak oleh kristal
tempat kau selipkan sengketa
juga symphony yang pernah mengalun merdu
merenda cerita berganti derita
pada bingkai petaka

adakah rindu memupus...
karena duri yang tertanam dalam
menutup jendela hati
masihkah asa menatap cita

by: zulkarnain siregar
21 januari 2010
ruang dalam koridor

Risaunya Sendalu di Ufuk Rindu

ma...ada angin melintasi sela bakau
pulang menjemput rindu tak terperi pada kemilaunya pasir
tempat rembulan bugil memadu janji untuk samudera
sebelum tiba waktu merenggut kasih

kusempatkan menyapa angin
walau ronaku tersipu
lalu
kubisikkan padanya :"pulanglah pada samudera,"
"sebab, di sanalah rindu menunggu."
bukan pada kemilau pasir
juga bukan pada sela bakau
yang hampir punah
tuk tempat kau berdiam

angin mengangguk: "tak kutau maklum apa."
dan berpaling
........lalu

ketika angin tinggalkan selasar kemilau pasir
masih tersisa jejak-jejak rendah di pucuk bakau
sembari disempatkannya juga menatapku sendu
seakan ingin lebih lama
bercanda pada kepak air yang menghempaskan diri
di bibir pantai

........kuhiraukan tatapan itu dengan lambaian tangan
ia tersenyum, tatkala sayap-sayapnya mengelus awan
lalu terbang rendah merenda samudera
kembali ke rumahnya berdiam

ada suatu ketika
ke rumahnya aku berdiam
awan sedang berdendang lenggang di pusar segara
ingin mengungkap rindu yang mendendam pada angin
nan acapkali menyirat firasat
seperti ada sebuah pertanda pada sang kala
yang tak pernah engkau mengerti

ma... aku kadang tak paham
mengapa angin tak lagi menyapa?
hingga
kutau tak begitu berhasrat pada awan
yang menyimpan diri dalam rahimnya selama ini

adakah bianglala tak lagi merona
pada jentera samudera?

begitukah.......


by :zulkarnain siregar
30 Januari 2010

Gie ....?

gie..masihkah kau lakoni ?//seperti ilalang kering di padang tandus//memicu api dalam asa yang tak bertepi // membakar hasrat yang tersimpan// di putik kembang tatkala menguntum di pagi tadi // walau pernah angkara berjanji bukan pada sekuntum melati/ /tapi pada culasnya hari sesaji di meja makan//mungkin itu tipuan diri... carut-marut tak bernyali // yang dipestakan pada malam gulita //tak berbulan, berbintang// hingga dini

pergilah ke semesta raya // tinggalkan semua duka yang membelengu diri// hanya karena ukuran dan ukiran semu// tahlilkan dirinya agar cepat sembuh dari nestapa kegersangan hati//percayalah kebesaran datang bukan dari para pemenang yang sesungguhnya pecundang// tapi orang-orang yang terkalahkan adalah jiwa yang menguatkan pemberontakan untuk pecundang sejati

ruas-ruas tiris hujan menggantung di selasar mega// walau kabut telah beranjak lalu sebelum bianglala semburat nyala// sempat kupesan hasrat itu pada perumpamaan yang hampir lusuh di kitab kita berdua// sepertinya ada asa yang belum kau tuliskan semestinya ketika itu.. andaikan asa itu merenda cita dalam kata dan karsa// mungkin semesta terjaga dari praduga kala

setelah lipatan asa terbentang, cumbu dedaunan pada embun tak jua melelahkan pelepah//ada elegi yang begitu panjang mendulang kenangan//pada setiap kisi ruang//ada pengandaian yang bersanding dengan seloka jiwa// pada semua kelembutan kata//ada balada yang bercengkrama dengan perumpamaan// pada setiap nafas kerinduan.... seakan ingin menyapu awan lalu memetik bintang embun pun mengalir ..membasahi pelepah sukma bila..

detil auramu terlukis sempurna dalam bingkai pualam// lekuk pesona menebar ke seluruh jagad//kukenal aromamu dengan pembedaku// saat kujejaki tujuh malam menggapai cita//kurasa ada janji tak lagi hangat// membakar dusta lahirkah amarah//tapi...beginikah? pagi ini dan seterusnya kau seperti setia pada waktu// yang membuat ubunku jadi ragu

walau kemarau disertai deru debu// sendalu tak sungkan menyapa tetumbuhan di ladang senja// tempat bercerita para pendulang hujan// sesaat rindu mata air. Ada bianglala yang sempat membayang// seperti lembayung yang tak berjingga

jejak hangatmu mentari membias, membilur baur ruang dan waktu hingga aku tak sempat menghela sedetikpun dalam ruang pengab yang tak tertara. namun aku bahagia karena sesaat lagi musim kan berganti



by: zulkarnain siregar
maret 2010

Kurasa Tak Bermakna Apa

jejak hangatmu, matahari
membias puncak kesadaran
menjadikan sekitar aku
bau bilur membaur ruang dalam hitungan
waktu
hingga...aku tak sempat menghela
untuk sedetik jua
dengan pengapnya ruang pesonamu yang tiada tara

(sekilas melintas asa)
namun aku bahagia, karena sesaat lagi
musim kan berganti
janji pun berbukti

walau kemarau disertai deru debu
sendalu tak terlalu sungkan menyapa tetumbuhan di ladang senja
tempat bercerita para pendulang hujan
sesaat keluh rindu pada setitik mata air
yang memberi nafas pada kehidupan

di langit ada bianglala yang sempat membayang
seperti lembayung tak berjingga
mengitar hangatnya matahari
di pelupuk air mata para pencari hati

detil auramu terlukis sempurna
diikat bingkai pualam
yang tak pernah kumiliki
lekuk pesonamu menebar ke seluruh jagad
lewat tembang kembang keharumanmu
yang aromanya kukenal
jelas berbeda denganku

namun, aku kembali tak siuman
saat kujejaki tujuh malam menggapai cita
(ruang sadarku tertutup)
dalam mimpiku
"kurasa ada janji
yang tak lagi sehangat itu,
kini membakar dusta
lahirkan amarah"

Beginikah...?

pagi ini,.. juga..
pagi-pagi berikutnya
kau sepertinya setia pada waktu
tetap hadir memenuhi rindu
yang membuat ubunku jadi ragu

by: zulkarnain siregar
16 Pebruari 2010

Inikah jalan yang disebut-sebut

Pagi itu mendung menyapu seluruh wajahmu
matahari sepertinya enggan menyapa bumi
di sudut kampung yang sempat disebutkan orang yikah ang lalu kutemui sepotong ingatan, kala ada yang berpapasan denganku, setengah jam yang lalu ada jalan setapak yang jarang sekali dilalui
kucoba untuk menyusuri dengan setengah telanjang kaki
sembari menebas keladi liar yang tumbuh di kanan kiri jalan
ut
aku berpikir : "Inilah jalan yang disebut-sebut menuju ke kampung itu."
antara yakin dan tidak, aku terus saja melaju mencari tau, walau keraguan terus mengganggu benakku kemudian tak berapa jauh di depan ku
telah berdiri seorang tua dengan raut wajah sedikit renta dan terbungkuk. rambutnya panjang sepunggung hampir memutih keseluruhan. . Sedikit aku kaget, karena wajah itu pernah ada dalam mimpiku.
Saat mimpi itu, dia sama sekali tidak bicara padaku, namun sorot matanya yang tajam dan menggugah hati membuat aku jadi ingin menyapanya. Kali ini, ia sepertinya mengulang kehadirannya di depanku. seperti dalam mimpi itu, ia tidak berbicara , namun matanya telah membuat aku jadi tak sadar diri. sepertinya aku berada dalam relung jiwa-jiwa yang gelisah. Kucoba mengulang-ulang ingatan kembali,
dan mencoba kembali ke alam bawah sadar yang kumiliki, namun sia-sia. aku balik situasinya, umpamakan aku tak percaya jiwa-jiwa ini menjadi begitu gelisah.semua serta merta terjadi begitu seketika.


" banyak yang hilir mudik dan seperti sibuk tak menentu, rupanya laci mejanya belum berisi."
" di ujung jalan itu ada yang sibuk menghitung anak korek api,tiba-tiba tertawa terpingkal-pingkal, lalu......menangis"
" sebagian yang mendaftar sedang asik menghitung kepala manusia, sembari tersenyum-senyum di depan ..... kursi putar botot"
" ada yang mengesankan dirinya "angker" dengan mengumbar rasa takut sambil terkekeh-kekeh...."
" dua tiga jiwa ada yang menjulurkan lidahnya menjadi begitu panjang sambil meliuk-liukkannya "
" si pandir yang mengukur-ukur dirinya dan jiwa lain.lalu merintih...meronta dan angkuh sambil berkata : Aku adalah Aku , Kau adalah Kau , kemudian aku bukan kau begitu juga kau bukan aku "

dalam relung jiwa-jiwa gelisah itu sepertinya aku bersimbah hawa keculasan, kebencian, dengki dan bengis. Jiwa-jiwa gelisah itu membuatku tak sempat sampai ke kampung yang disebut-sebut orang yang selalu berpapasan denganku, sebab mata itu belum membuatku sadar
dari mimpiku
yang berulang
dari ilusi ke maya
dari janji ke kata
darimana....
harus aku mulai
lagi ?

by : zulkarnain siregar
22.07 WIB grey green house 22 pebruari 2010

Mengapa Harus Kuakui

tatkala kuinjakkan kaki ini tepat di depan kelasmu
ada keraguan yang tak bertepi
tersembul dalam kerikuhan diri

aku tak tau siapa
aku tiada kenal apa-apa
juga tak paham kenapa
apalagi tak pernah jelas harus bagaimana

kutau akan ketololan itu
justru yang mengantarku berdiri teguh
di depan kelasmu ini
tuk memamah ilmu (menurutmu)
merenda cita (menurut umakku)

pernah kutau
karena kesalahanku
dia menegur dan menghardikku
karena alasan norma-norma
walau aku tak mau sedikit jua meniru

Lalu...apa yang
kualami semenjak itu
kaurangkaikan aku bahasa runtut dan santun
agar kupahami liku-liku dunia
kauhitungkan aku angka
mungkin -dalam benakmu- kau ingin logikaku ada
kemudian
uraianmu yang cemerlang lewat narasi
bergaya etnik langgam budaya
sambil ajari aku tetap pakai tata-etika

Kenapa ..?
kau marahi aku , meski aku tak suka
kau dustai aku walau aku pun tau
juga kau benci aku
andai aku tak bisa

kupahami kini
tentang dirimu
harus kuakui walau tak seluruh

tanpa asuhmu , terasa buta mataku
tanpa asihmu, kering kerontang hatiku
tanpa asahmu, luluh lantak kemanusiaanku

terima kasih buatmu, guru
entah..
mengapa harus kuakui?
walau tiada seluruh



by: zulkarnain siregar
awal maret 2010

bukan yang kaupikir

yang kau pikir
aku sama dengan caramu
aku dungu dengan jalan pikirmu
aku turuti pandanganmu

kau boleh cerita tentang kepintaranmu
kau bisa urai kerumitan nalarmu
kau mampu manipulasi aku
dalam kedunguanku
sambil kau lilitkan ukuran akal ke leherku
untuk membetot batang otakku
dan membungkam rasa mualku
dengan teori-teorimu
yang klasik
dan membuat mataku kabur
.....................

(itu yang kau pikir)


tapi....
tanpa kau pikir
ingin kumuntahkan sampah pikirmu
ke mulut besar
yang kau pelihara itu


aku
........................

bukan yang kau pikir




zs (932010)

Tak Mesti Begitu

Begitukah...
kau carut marut perempuan dengan benak lagak.
hingar-sangar dalam kerikuhan
untuk mengumbar keakulaki-lakianmu
dengan segenap keculasan
yang bersarang di dada yang picik
juga
buat menyalur birahi yang tak seberapa

entah itu kau
jadikan budak keangkuhan
dengan berlindung pada norma
dan adat beribadat

lalu
tahukah
engkau, bahwa
..........................
sebab ia adalah tubuhmu
yang kau cabik-cabik
dengan kuku jemari
lalu terkoyak hingga tak berdarah
dari uri yang membungkus
tulang rusuk dadamu

juga

sebab ia adalah
adik perempuanmu yang lahir
dari perempuan ibumu
tempat kau ada
sebab ia adalah
anak perempuanmu yang lahir
dari rahim istrimu
tempat kau berasa


pernahkah kau pikir?

tuk hormati perempuan,
walau itu bukan
ibu
adik
anak
istri-istri
penyambung darahmu
apalagi...

tak mesti begitu


media maret 2010

Rampak Gurauan Senja

alunan kicau kasuari merona warna petang
ditingkap
rangkai desah dedaunan
di pucuk-pucuk dahan

ada sedikit waktu ternanti
menyapa senja yang kian mendekat
dengan wajah yang merah temaram

kala itu kutemui petang yang bahagia
dengan sajian gurau yang bersenda
prihal esok pagi
tempat menyimpan cita

tunaikan asa tuk meraih cita
dengan sesungguh tanpa angkuh dan sempit
walau bagaikan padi, yang rimbun makin berisi
tetap merunduk , tau diri
terus mengalir dalam jiwa yang tumbuh
yang dibenihi santun etika
di bibir beranda peradaban

lalu
terdengar lenting dawai
menyertai kicau kasuari dan desah dedaunan
mengalun merdu
teriring salam
pada malam tuk berbekal berbagai rencana
mencari semangkuk kata
dan sesuap angka
yang kan jadikan makna mengalir ke muara
kehidupan

itukah
aku tatkala
ramai memecah kesunyian
pada gurauan senja


by : zulkarnain siregar