Minggu, 26 Desember 2010

malam memabukkan, amboi..!

by Zulkarnain Siregar on Monday, December 27, 2010 at 10:56am

langit semburat temaram

ada bulan setengah badan

di ujung jalan dibayang-bayang

awan yang hendak ke peraduan

jalan-jalan basah sepenggal

oleh rintik hujan yang tiba

sejam lalu. bau dingin sedikit

menyengat ke pelupuk rasa

hingga ke urat-urat kota

lampu-lampu trotoar terangi

malam dan kemerlap cahaya

mempesona, dari desah-desah

ranting pohon-pohon tua

sepanjang avenue menyulap rupa

risau pun seakan sirna seketika

tentang penatnya siang berpeluh

gedung-gedung tua mosaik kota

pulau pinang,pohon asam dan jalan

jalan berlubang di keliling kawasan

kotaku, amboi .....oh menawan

lalu kotaku ingin lelap dengan malam

temaram ditemani bulan setengah badan

rintik-rintik hujan basahi jalanan lewat

sebait harapan. membuncah kenangan

malam-malam lalu memabukkan setiap

pemuja kenikmatan, menanti matahari

yang tinggal beberapa jam

by: zulkarnain siregar

Sabtu, 25 Desember 2010

bukan cermin hendak retak

by Zulkarnain Siregar on Sunday, December 26, 2010 at 1:18am

andai kata hendak disangka

mengapa aksara sepi disapa.

lalu sudikah makna hendak diduga

bilamana kata tak turut menyerta

kadang cerita tinggal di pustaka-pustaka

jarang dicerna jadi kelakuan yang nyata

padahal moyang ajarkan luhur sediakala

bukan masa yang pergi tinggal sisa usia

biar masa membentuk jiwa perkasa

tapi bukan bimbang puncak berjaya

kalau kelak ingin jadi bangsa berjaya

mengapa warga tak luput diperdaya

terkesan cerita tentang saijah dan adinda

oleh kisah Max Havelaar seorang Belanda

membetulkan harkat rakyat manusia semata

walau susah sengsara menghadap Wihelmina

Oleh : Zulkarnain Siregar

Jumat, 24 Desember 2010

anak laut

kecup bau laut
asin di tengah biru langit
cangkang, kepah dan cucut
bergelayut di umbut-umbut
di pucuk-pucuk waktu
ada rikuh angin yang geliat
mengayun ombak
gemuruh dada naik ke puncak-puncak bukit
di ujung jawa
dari pantai selatan hingga pantura

lalu seorang lelaki tua
tau akan legenda bisikkan
tabu pada selangkangan randu-randu
di sepanjang bukit batu
hingga sayup-sayup suara hingar bingar
palu-palu memecah ragu
yang datang dari berbagai penjuru celah-celah batu
yang retak oleh waktu-waktu
jadi tandu-tandu memukau suara angin
merayu bukit-bukit berpenghuni ratu ayu
tumpahkan debu meradang lalu sembunyi
dan memendam pilu diam-diam di ketiak
merapi, bromo dan merbabu

anak laut tunggu kecup bau bukit yang muntahkan debu duduk
di selatan dan utara dalam segenggam waktu


by : zulkarnain siregar
laut pantai utara

Jumat, 17 Desember 2010

bulan merindu pungguk

by Zulkarnain Siregar on Friday, December 17, 2010 at 7:51pm
Your changes have been saved.

apa yang ingin kukatakan pungguk

tatkala malam-malam kujelajahi semua bukit , tak kulihat lagi ada pohon

pohon tempat kauhinggap, kepakkan sayap, berpindah dari satu dahan

ke dahan lain sembari menunggu cahaya mataku dari celah-celah daun

yang mengintip. kadang kau tersenyum karena cerdikmu berlindung di

setiap ranting berdaun lebat, lalu melongok lagi dan mencari-cari tubuh

bugilku dalam ranjang kerinduanmu.

apa yang ingin kukatakan pungguk

tatkala malam-malam kujelajahi setiap pinggiran sungai, kulihat banyak

pohon-pohon telah menjadi bangkai hanyut terapung, berpindah dari

hutan-hutan tempat kau tetaskan anak berpinak lalu terbangkan beribu

pungguk menjaga malam bersama cahaya mataku nan jelita yang selalu

kautunggu-tunggu hingga kau lelap dalam peraduanmu

apa yang ingin kukatakan pungguk

lama aku tak lagi melihatmu,

bagaimana hasrat tumbuh merindu pilu di balik

dahan rendah berdaun lebat kau bercumbu dengan cahayaku,berpeluk

erat pada impianmu sambil bersiul di malam-malam dingin dalam bening

raut wajahmu yang dulu itu.

apa yang ingin kukatakan pungguk

lama aku tak lagi menyapamu,

bagaimana kau selalu bertutur di celah celotehmu yang terlalu tinggi

penuh cercaan yang melekat dalam dirimu, seperti cerita orang-orang sinis

lalu dan pergi tinggalkan dirimu begitu, busungkan dada tegakkan kepala

seolah-olah "pungguk merindukan bulan" sebuah cerita yang sia-sia tanpa apa dibaliknya

apa yang ingin kukatakan pungguk

lama aku telah mencarimu, kemana-mana. bahkan kucari lagi dalamrak-rak buku

dan cerita-cerita lama yang penuh tualang dari rimba ke rimba dan hutan-hutan masih hijau

dimana-mana.bukit-bukit masih bernafas segar dan angin sejuk merasuk tubuh dalam buana

tapi kini kulihat jasadmu cuma ada di bangku sekolah masih dalam gaya lama, dihapal dan diuji

seperti biasa. tak dipahami arti dan dialektika bahasa arti sinis seperti dahulu kala, merindu

adalah sebuah kesia-siaan. padahal kini aku merindumu

Selasa, 14 Desember 2010

berumah di kata

by Zulkarnain Siregars on Tuesday, December 14, 2010 at 3:29pm

tak pernah keluh datang

dilimbur pasang jadi samsara

ketika rindu kembali ke rumah

tempat segala suka tersalin baik

dalam sajak di beranda depan

itulah kata

tak pernah riang gembira

luput dari pelupuk duka

sepanjang jejak telah dicecah

ajak aku kembali ke rumah

tempat segala senda gurau

terangkai jadi suara rebana

itulah kata

tak ayal semua rasa bersemi

tatkala hasapi, rebab dan talempong

melukis cerita asal muasal anak hawa

seperti ara walau di padang gersang

tumbuh rimbun meneduh semua

jiwa yang nestapa jadi hilang sirna

itulah kata

tak putus-putus jalan merenda

asa walau kata jadi pelipur lara

by zulkarnain siregar

sajak yang ke 120

buat semua kata yang telah hadir membantu

makna tersusun dalam rangkaian sajak

Senin, 13 Desember 2010

di halte kota

by Zulkarnain Siregar on Monday, December 13, 2010 at 10:07am

malam-malam sebelum rintik hujan ada terang seperti hendak mengecap bayang-bayang

hening jalan yang sepi di bawah cahaya mercuri dan jutaan bata yang tersusun rapi jadi

tembok-tembok tinggi memoles kota lalu keangkuhannya menandu keranda kubur buat

dirinya lagi dalam kedalaman kubangan air menganga,rintik hujan berbaris bagai gores lukis

berebut memecah penjuru senyap dengan irama genderang bertalu-talu, mulai meriuh rusuh

dedahkan nada yang berseteru dari sudut trotoar yang pernah sembunyikan laku laki telat

nyali pada lukisan kanvas tanpa kuas tinggalkan lelaki setengah baya di lampu merah, tiada

sepotong kata yang kuyub diguyur gemerlap hingga lupakan rupa dari muka yang tak beda

apa yang tinggal di setiap sudut kota,

sebuah tanda-tanda yang pernah ada,

yang menjadi perekat majemuk warga

yang tak pernah luput gemerlap gaya,

hampir tak dijaga oleh ritus-ritus cara

karena kota sudah tak berasa apa-apa

karena kota tak rasa pilu tunabudaya

tak pernah mau tahu apa yang beda

kota telah lama mengubur tanda-tanda bahwa dia ada dalam segenap jiwa bahkan raga untuk lelaki setengah

baya yang setia menunggu di lampu merah tanpa sepotong kata yang lupa adab dan cara merekam tingkah kita

kota telah lama tiada

entah siapa

yang menemukannya

walau hanya puing-puing

jua

by : Zulkarnain Siregar

pukul 23.40.

rekaman : 11122010

Sabtu, 11 Desember 2010

seandainya...amang

by Zulkarnain Siregar on Saturday, December 11, 2010 at 3:39pm

ketika itu dingin seperti tak hendak

beranjak bersedekap dalam malam

yang memagut gelut tak berselimut

lalu rasa ngilu dan getar bibir mulai

terasa dan bau belerang menyapa

perjalanan malam mulak tu huta

tatkala pagi secercah cahaya surya

mulai menyapa bagas ni oppung doli

rumah dinding berpapan hitam pekat

dan berkolong dekat, dipenuhi kayu-kayu

bakar , lebar dengan beranda tak berpagar

warisan untuk amang,inang,dohot tulang

berpancur satu yang mengalirkan sungai jernih

berbatu besar-besar, ramainya dekke jurung beranak

pinak di bawah akar-akar tunggang pohon tarutung

lewati jalan setapak penuh semak liar

tanah merah licin tak selalu berbatu

menikung ke lereng-lereng tanjak

kudaki pagi dalam untaian kabut putih

bersama embun-embun berjingkat

dari satu pelepah ke pelepah lain

pijarkan rona violet karena disengat sinar

matahari menembus rimbunan hapea di kanan bukit

dan haminjon di antara lebatnya hijau

bukit yang mengitari huta simangumban

di kanan ada padang gelagah hingga ke lembah-lembah

rajuti serat pemintal tikar dan pembungkus halame, pun

dibawa ke pasar ketika musim onan , pekan minggu tiba

para penggalas dari tarutung, sidempuan, sipirok,sarulla

haminjon dan hapea sedikit ikan hasil menjala dari sungai

di lembah sana ditukar dengan beras dan rempah dapur

agar menyala sepekan yang akan datang tiba menyapa

dari simangumban ini cerita 3 dasawarsa entah mengapa

tak mau hilang ditelan masa, walau kini tentu tak serupa

Oleh : Zulkarnain Siregar

sebuah memoar simangumban pasar

pahae jae.tapanuli utara

Kamis, 09 Desember 2010

kalam gurat gemintang

by Zulkarnain Siregar on Friday, December 10, 2010 at 3:56am

jika aku kalam

ingin kucumbu setiap rayu

bintang yang mengintip

puan di balik awan

agar tangismu

mengalir jadi hujan

tinggalkan malam

tak berbulan

jika aku kalam

ingin kupeluk sang rembulan

hingga ke dalam dalam malam

agar lahirkan sajak-sajak

tak bernyawa dendam

lalu kulukis pada batu pualam

juga caya malam biar datang

penuhi jutaan angan

jadi surat rayuan

yang kau simpan

dalam setiap helai rambutmu

yang digerbang panjang

ada gelisah rupa akan kata

lalu dirubuh begitu parah

oleh para penenung tahta

tutupi lekuk-lekuk paras

wangi dan indah bibirmu

tatkala melukis setiap raut bening

yang lalu aliri sungai-sungai tepian

makna ke muara rasa, bentangkan

laut dalam gulita gulana jadi samudera

kata-kata

kemarau pun datang dari padang tandus

campakkan lidah angin yang terasa pedar

dingin kelu nanar mengayun-ayun pancang

sisi-sisi layar derak-derak, lalu rubuhkan kata

hingga musnah seumpama biduk meretak

pancang patah, layar pecah lautpun memuntah

antarkan rasa asin pada dinding-dinding legam

yang memecah gelombang tinggal pantai kalam

mencari malam hilang diterjang karam

by : zulkarnain siregar

geming malam seraut derida

Selasa, 07 Desember 2010

bulan jatuh di atas cawan

by Zulkarnain Siregars on Tuesday, December 7, 2010 at 10:16pm

bayang-bayang bulan jatuh

di atas cawan kristal, tenggelam

entah mengapa lalu ada malam

malam bertengger di pucuk tiang

lentera sambil geliat tubuh memuja

muja liku lekuk paras merona warna

bening sisa hujan yang menetes

dari dahan flamboyant di sepanjang

jalan kota saat siang tak sempat

hampiri petang mengulang

waktu untuk berdiang

walau setengah gulita

malam tetap mengintip

raut luka dari sisir jendela

kamar-kamar tempat bayang

bayang bulan jatuh di atas cawan kristal

dingin pun mulai menjalar

di sepanjang trotoar

ada percik lembayung

menggurat bibir cawan

dalam gelut bulan bugil

sunyi kerut gemintang

yang hilang menjalang

di telan gulita malam

kini

tinggal sepercik awan

jatuh dalam sebaris hujan

penuhi cawan

by : Zulkarnain Siregar

teman pengisi malam depan cawan berisi pualam

kutanya raga

by Zulkarnain Siregar on Tuesday, December 7, 2010 at 12:00pm

demi masa

.............

kadang kata-kata

hampir tak terasa

hampir tak bersuara

lalu alzheimer melanda raga

konsonan dan vokal tak lagi berbeda

kulit rambut telinga dan muka tak bewarna

kelopak mata merapat pun suara - suara

katakan hampir tak meresap ruang kepala

sebab alpa jejak masa lalu begitu saja di depan sana

sebab rasa usia jadi kuasa goda sadar apa yang jaga

dari kelumpuhan jiwa

dari kepekaan manusia

dari ketololan dunia

demi masa

............

siapa tak merasa

dari semenjak tiada

jadi ada,kadang suka

mengada-ada dengan bicara

dengan berita dengan wacana

dengan fakta-fakta apalagi kuasa

dalam setiap denyut jantung masa

demi masa

............

sadar beralih kuasa

sadar beralih harta

sadar lalu berbisa dalam dada

membutakan mata untuk peka

pada setiap masa menegur raga

Lalu

demi masa

.............

hari ini bukalah rasa

hari ini bukalah jiwa

hari ini buka suara

agar tumbuh peka

masa tak menjemput sia-sia

demi masa

............

merugilah orang-orang

yang memutus saudara

karena kuasa

karena harta

tak seberapa

lalu hidup jadi apa?

Oleh : Zulkarnain Siregar

Selamat Tahun Baru Hijrah

1 Muharram 1432 H

Minal Aidin Wal Faizin

Sabtu, 04 Desember 2010

Inang...

by Zulkarnain Siregar on Saturday, December 4, 2010 at 11:46pm

masih kuingat inang...

ceritamu itu terngiang di telinga

ketika seorang lelaki gagah

datang dari kampung seberang

ingin meminang walau cuma

mahar kain panjang

yang diselempang

pada pinggang

dia datang dalam seribu bayang

rasa di angan memutik lalu taburkan asa

semerbak merona pada holong ni roha

di tangan merekah hati bagai mawar mekar

menghias jambangan di taman halaman

yang kautanam aneka kembang

dekat rumah berkolong lapang

di sudut jalan bersimpang

batangkuis, deli serdang

lalu mawar mekar di bawa pulang

ke kampung seberang, tanah lelaki

peminang, luat tapian nauli

bagas ni oppung , sisi kiri mesjid

belum sampai titi pinangsori

dia datang dari seberang

seorang lelaki serdadu perang

berwajah garang

pergi ke medan juang

tak berkabar pulang

hingga terdengar hilang

tinggalkan inang

membanting tulang

demi semata wayang

masih kuingat inang...

manetek ilu mi

saat cerita itu terkenang

pada lelaki peminang yang

terngiang hilang di medan juang

tak berkabar pulang

hingga petang menjelang

jangan kau hapus air mata itu

biar dia mengalir menyejuk

mawar yang dulu mekar

selalu menghias jambangan

di taman halaman yang sempat

kautanam aneka kembang

oleh : Zulkarnain Siregar

Buat inang, istri pejuang di medan perang

Kamis, 02 Desember 2010

sadrah, hilang di gurun

by Zulkarnain Siregar on Friday, December 3, 2010 at 1:51pm

angin di padang sabana tak sampai

meringkus panas gurun ,telah berkali-kali

sergap bait-bait para perempuan pramuwisma

yang terlunta di balik tembok dengan

pakaian dekil dan raut kusam,

itulah sadrah

sadrah....

hilang di gurun sudah berkurun-kurun

tapi negeri hanya tertegun menatap pikun

tak seorang riuh melanun para majikan pun

penghisap darah perempuan pekerja tekun

sadrah...

hilanglah di gurun walau berkurun-kurun

hilanglah di gurun sudah bertahun-tahun

lupakan anak keluarga di dusun

pergi kerja bermodal tekun

pengisi pundi-pundi negeri

di sepanjang tahun

lalu sadrah meradang badai

ulurkan resah di belahan pasir gurun

yang membungkah raga tanpa rupa

jadi tak seperti agama menghormati manusia

karena sayatkan sembilu dalam tragedi tubuh

perempuan pekerja rumah yang tekun bersahaja

entah mengapa aku pun lalai

tak ada huru hara risau akan bangsa di bawah

palem-palem kering tak bernyawa di ujung jazirah

entah mengapa semua ingin menolak jasad bala

seakan mereka tak pernah ada dalam 5 perkara

seakan mereka bukan daging daging kita terburai

berserakan di sepanjang padang

gurun tempat kitab-kitab agung

para pemuja gurun berlindung

setelah sadrah disergap penyamun

hingga kapan perempuanku hilang di gurun

by : zulkarnain siregar

buat perempuan pekerja tekun

korban penyamun di negeri seribu gurun

Rabu, 01 Desember 2010

luka kata berkecai-kecai

by Zulkarnain Siregar on Thursday, December 2, 2010 at 8:23am

tiada luput hirau aku

kesah benak menghentak seluruh ragu

tak jua berlalu seperti pusaran ombak

memicu pacu gelombang rindu yang membahana

di setiap penjuru mata yang tampak merona luka

begitu ingin mengirim kata dari celah-celah jendela

dalam seutas rasa nan gulana, berkecai-kecai rupa

di setiap masa hasrat tuk menetap pula

seolah perangai raga berseloka

pada setiap lidah gramatika

pada kembara tatabicara

entah bagaimana?

sejumput asa pun cuma menganga

apa tak jua menyapa pabila makna

tak lagi dipercaya, tersuruk di kolong-kolong

jiran tetangga yang selalu dilanda duka nestapa

terlupa dari semua syak dan suaka.

mengapa hendak berkata

bila rasa tak terperi

dikandung bahasa

yang meratap

luka setiap

kata

biar kata arungi samudera

pergi tinggalkan dermaga

yang menambat setiap mana

di pancang penyangga tanpa rona

cecar asin laut jadi lanun meradang

ombak yang berkecai-kecai

oleh : Zulkarnain Siregar

lalu kata tersayat luka