malam, ....
aku menuliskanmu
di dinding dingin
dan urat-urat tembok liar
di stasiun penantian
di rumah-rumah kumuh
di cafe tak bertenda
dan sepanjang simpang
hingga di kamar-kamar sepi
yang hilang oleh gurauan hujan
katamu : " bulan tak lagi mengerti
pada setiap pejalan kaki
yang pergi sejak tadi, tinggalkan
pagi tanpa berharap selalu harus
jadi berarti
malam hilang di peraduan
hujan rintik-rintik rindu
membasahi jalan hitam
yang larut setiap waktu
manakala senja berbinar
dan tanda malam pergi
merajut hati , yang luka
malam, ....
ingin kuceritakan kisahmu
pada setiap tembok
keangkuhan yang luput
dari segala harapan
by zulkarnain siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar