Sempat kutau makna pesan terakhirmu padaku tatkala
Siang itu usai kuantar kau ke tempat peristirahatan
Raut wajahmu tak seperti biasa, gumammu pun terasa
Sia-sia, padahal aku sangat mengenali raut dan gumam
Itu ketika waktu belum menjemputmu,untuk tak sekedar
menunda kata
Ada senyum yang terlepas dari biasa, coba kau tebar
Penuhi jiwa seolah cinta dan sepura suasana, namun
siapa tak membaca bahwa garis-garis bibir itu bukan
Sunggingan sungguh milikmu semula dalam ungkapan
Raga pada muka
Lalu, aku beranjak tuk maknai air muka
sebelum waktu menjadi batas nyata dan maya
Ketika kening itu mengerut , ada yang tak terbayang
Olehmu tentang mahkamah hati sedang mengadili
Jiwa yang terbelenggu oleh jeratan akal yang cukup
begitu lama kau perdaya lewat pengingkaran dan
pendangkalan logika, terlebih-lebih nistakan manusia
dengan kau tutup itu jiwa
Lalu, gumam itu ? bersuara riuh merendah, tak berirama
Tak bermakna dan terasa sia-sia. Sebab apa? Kau memang
Begitu mahir bermain kata, begitu pasih memilih diorama
Juga amat pintar merangkai fakta dalam singgasana kuasa
Yang terlahir tak cukup usia dari zaman kemarau akan jiwa
Hingga siang itu,
kuantar kau ke tempat peristirahatan, sebagai janjimu jua
pada tiga bulan pertama sebelum ruh dihembus jadi nyawa
Enyahlah..!
By : zulkarnain siregar
21 april 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar