Selasa, 13 Juli 2010

Selendang Berenda Jingga

alunan kicau burung riuh merdu
merangkai symphoni dedaun di pucuk cemara
menyambut senja merah temaram
ada petang yang bahagia
bersenda gurau tentang suatu pagi
membincang cita dan asa
tiada picik juga keangkuhan
seperti mengalir pada darah tubuh
di bibir beranda senja.
mengapa ada ?

sepertinya ada yang menitip pesan pada malam yang menyimpan keheningan
sepotong janji yang sempat tertinggal siang itu
di dahan jambu
tempat kau biasa menuliskan puisi-puisi kehidupan
lalu larik pun bergema :" mengalirlah bagai air, tak seperti ikan di akuarium"
yang kau selipkan pada setiap daun jambu depan rumahku.
aku ...jadi teringat pada sebuah lukisan.
setiap gerak yang terinspirasi pada Pablo Picasso


walau terasa sedikit sejuk separuh malam
pucuk cemara berayun rendah
tak ada rembulan yang mewangi kebun kasturi
cuma kejora muncul di timur menawan
membawa secercah hajatan
dihidangkan dengan sebait senyuman
yang terangkai ketika siang-siang itu sungguh menjemu
perlahan dan pasti hilang tertelan
oleh raga yang penasaran


aku tau kesungguhanmu
di hadapan kesaksian langit malam ini
kau petikkan seluruh bintang terawang benderang
lalu, kau balut dengan selendang berenda jingga
dan kau ikat dengan seutas temali dari serat saujana
lewat paruh sayapmu yang sempat terluka
yang kau jaga agar tak mereka
kau sempatkan hadir sampaikan ketulusan itu
namun setelah itu
ada risau menderu rasa
tatkala kau titip sepi pada malam yang tak lagi benderang

lenting dawai mengalun dini
memecah kesunyian ujung malam
tatkala kata-kata mengalir bagai bahana
ada kegalauan merangkai frasa menjadi prosa
lirih jemari menyentuh tuts yang tak berhingga


tertanya-tanya "ruh" kata
mau dibawa kemana aku cetusnya?
lalu kulipat sebahagian pada jendela pagi.
kata tersenyum,
sepertinya ia bertemu dengan "raga"


selasa, 4 may 2010
seulas asa pada lemari tua

Tidak ada komentar: