Selasa, 13 Juli 2010

saat hening menyapa apa

kuajak seluruh bebatuan bukit cadas
di sepanjang pantai lepas itu untuk
sejenak hening pada air dan angin
yang bersenda gurau agar tak larut
dengan gemuruh riak kecipak ombak
yang menjejal biduk pecah dihempas
karang. lalu menghilang tak terbilang

lalu, seluruh ketapang dan rangkai
bakau di sepanjang pesisir sesaat
tafakkur, ingin memaklumi hening
memuji langit yang tak menurunkan
hujan seketika. niscaya isyaratkan
tanda padamnya cahaya di batas
senja yang guratkan jiwa bertapa

ranting-ranting eru tiada lagi menari
dan memetik malam yang tersanjung
bulan karena cahaya bagaikan pualam
sejenak memilih diam, tiada menyinar
merenda kelam diliput keheningan malam
lalu segala dedaunan pun turut, tanpa riuh
di puncak-puncak waktu , tak terhingga
tiada ada yang merambat mencari suara

sesaat kuingin hening bersama bebatuan
di bukit cadas, air dan ranting pepohonan
karena pelepah daun tak lagi mengayun
dicumbu angin yang parau sambut hening
walau gemuruh riak kecipak ombak telah
menjejal biduk, pecah dihempas karang
lalu menghilang tak terbilang malam kelam



by : zukarnain siregar
terinspirasi dari sebuah memoar
seorang yang skizofrenik.(kisah nyata)
13 Juli 2010

Tidak ada komentar: