Sabtu, 11 Desember 2010

seandainya...amang

by Zulkarnain Siregar on Saturday, December 11, 2010 at 3:39pm

ketika itu dingin seperti tak hendak

beranjak bersedekap dalam malam

yang memagut gelut tak berselimut

lalu rasa ngilu dan getar bibir mulai

terasa dan bau belerang menyapa

perjalanan malam mulak tu huta

tatkala pagi secercah cahaya surya

mulai menyapa bagas ni oppung doli

rumah dinding berpapan hitam pekat

dan berkolong dekat, dipenuhi kayu-kayu

bakar , lebar dengan beranda tak berpagar

warisan untuk amang,inang,dohot tulang

berpancur satu yang mengalirkan sungai jernih

berbatu besar-besar, ramainya dekke jurung beranak

pinak di bawah akar-akar tunggang pohon tarutung

lewati jalan setapak penuh semak liar

tanah merah licin tak selalu berbatu

menikung ke lereng-lereng tanjak

kudaki pagi dalam untaian kabut putih

bersama embun-embun berjingkat

dari satu pelepah ke pelepah lain

pijarkan rona violet karena disengat sinar

matahari menembus rimbunan hapea di kanan bukit

dan haminjon di antara lebatnya hijau

bukit yang mengitari huta simangumban

di kanan ada padang gelagah hingga ke lembah-lembah

rajuti serat pemintal tikar dan pembungkus halame, pun

dibawa ke pasar ketika musim onan , pekan minggu tiba

para penggalas dari tarutung, sidempuan, sipirok,sarulla

haminjon dan hapea sedikit ikan hasil menjala dari sungai

di lembah sana ditukar dengan beras dan rempah dapur

agar menyala sepekan yang akan datang tiba menyapa

dari simangumban ini cerita 3 dasawarsa entah mengapa

tak mau hilang ditelan masa, walau kini tentu tak serupa

Oleh : Zulkarnain Siregar

sebuah memoar simangumban pasar

pahae jae.tapanuli utara

Tidak ada komentar: