Senin, 31 Mei 2010

Bukankah Malam Tinggal Sepenggal

bukankah malam tinggal sepenggal ketika bulan jatuh
di tengah belantara sepi. tak ada yang menderu, lalu
mengusik rindu pada angin di padang gulita. seluruh
randu menapal baris di kanan kiri dukuh, merona bayu

walau tinggal sepenggal malam, bulan pun lalu bergincu
bergeliat binal, ingin menampik awan yang melulu ragu
dalam laku. Kemanakah kalbu yang merayu bunga Tayu
di sudut jalan tempat selubung sendu tak risaukan tabu

ada sepotong asa yang terbang tinggi di atas kepala
mencari jejak yang sempat tertinggal bersama cerita
yang terjalin indah tatkala portugis mendarat di jawa
merenda cita sembari semaikan benih di perawan jiwa

dibalik bayang-bayang makna, ada jeda yang meronta
ingin berucap kata di tengah padang gulita.zarathustra
yang mereka ingat : dalam berbagai teks hermeneutika
tentang sebuah tafsir yang awam tak berbatas etika

lalu di sebuah sudut rumah berbatu, aku menunggu malu
jawaban ragu dari bulan yang lalu bergincu rona abu-abu
karena dahulu sempat mendayu-dayu dalam nada merdu
bersama ibu yang sempat lahirkan lagu senandung rindu


bukalah malam, walau tinggal sepenggal,sebelum bulan
terbaring panjang di tengah belantara, rindukan awan
meski ada di tengah padang gulita, tak berperawakan
terbayang di cermin-cermin malam tiada berkesudahan


Mengapa malam sempat tinggal sepenggal? walau resah
tak menyambut ria yang dulu tersusun indah pada risalah.
ketika semua pintu dan jendela terbuka, mengapa makna
tiada begitu berdaya menjelajah semua teksture sejarah


masih berdarahkah zarathustra dihadapan hermeneutika
ketika perawan jiwa meronta untuk melukiskan bianglala
di kebun-kebun belanda sepanjang jepara hingga kalingga
tempat semua para pendulang perkasa meremeh wanita


begitukah realita ?


By : Zulkarnain Siregar
dari perjalanan IV dukuhseti,keling hingga pantura:Jateng
medio- akhir mei 2010

Tidak ada komentar: