Kamis, 06 Mei 2010

Selendang Berenda Jingga

alunan kicau burung riuh merdu//merangkai symphoni dedaun di pucuk cemara//
menyambut senja merah temaram//ada petang yang bahagia//
bersenda gurau tentang suatu pagi//membincang cita dan asa//
tiada picik juga keangkuhan //seperti mengalir pada darah tubuh //
di bibir beranda senja. mengapa ada ?

sepertinya ada yang menitip pesan pada malam yang menyimpan keheningan//
sepotong janji yang sempat tertinggal siang itu// di dahan jambu//
tempat kau biasa menuliskan puisi-puisi kehidupan//
lalu larik pun bergema :" mengalirlah bagai air, tak seperti ikan di akuarium"
yang kau selipkan pada setiap daun jambu depan rumahku.
aku ...jadi teringat pada sebuah lukisan.
setiap gerak yang terinspirasi pada Pablo Picasso


walau terasa sedikit sejuk separuh malam//pucuk cemara berayun rendah//
tak ada rembulan yang mewangi kebun kasturi//cuma kejora muncul di timur menawan// membawa secercah hajatan//dihidangkan dengan sebait senyuman//
yang terangkai ketika siang-siang itu sungguh menjemu//
perlahan dan pasti hilang tertelan// oleh raga yang penasaran


aku tau kesungguhanmu//di hadapan kesaksian langit malam ini//
kau petikkan seluruh bintang terawang benderang//
lalu, kau balut dengan selendang berenda jingga//
dan kau ikat dengan seutas temali dari serat saujana//
lewat paruh sayapmu yang sempat terluka //yang kau jaga agar tak mereka
kau sempatkan hadir sampaikan ketulusan itu// namun setelah itu//
ada risau menderu rasa// tatkala kau titip sepi pada malam yang tak lagi benderang

lenting dawai mengalun dini// memecah kesunyian ujung malam//
tatkala kata-kata mengalir bagai bah//
ada kegalauan merangkai frasa menjadi prosa//
lirih jemari menyentuh tuts yang tak berhingga//


tertanya-tanya "ruh" kata //mau dibawa kemana aku cetusnya? lalu kulipat sebahagian pada jendela pagi. kata tersenyum, sepertinya ia bertemu dengan "raga"


by : Zulkarnain Siregar
seulas asa pada lemari tua

Tidak ada komentar: