ketika musim semi tengah merona
ia tiba tetaskan duka negeri sakura
dan mata ikan dipenuhi air mata
tatkala kaki-kaki samudera mengejang
retak kerak bergerak jejak meregang
mengayun-ayun Honshu dan jejali petang
dengan lantunan birama fortississimo awal
sua kesekian kali itu. lalu, mencegat siang
dalam ruang-ruang keseharian jadi gagu
begitu lengang dan mengecutkan jiwa-jiwa
meminta sekejap masa antar gumpalan cair
menyurut tinggal larut dalam lekuk lempeng
melesak rekah pada dendang nan berpeluk
panjang ambang gelombang tak berhingga.
mata tertumbuk pada berita layar kaca
seketika risau dalam petaka berulam luka
datang begitu tiba-tiba di tanahair sajak
haiku,yang kunikmati pagi di i dunia maya
dan kisah para penyair-penyair melegenda
Iga singgasana Basho menguncup kuntum
kuntum kata nan mekar pun wangi merias
larik-larik sajak Empat Haiku saat ia lukiskan
Tokyo itulah Edo pada bingkai-bingkai kredo
bertabuhkan gelombang dan nyanyian
leluhur dari hamparan samudera bawa
gemuruh meluruh menggunung-gunung
riuh rendah seperti bukit tanpa nama .
lalu memangsa apa saja yang tak terkira
dalam hitungan kekuatan akal manusia
hampiri saat asal hikayat bumi semesta
hingga selokan gempa pesisir samudera
kini tsunami tak membuatku luput merindu
haiku dalam empat musim membiru sendu
by : Zulkarnain Siregar
11032011 disalin 15032011
catatan : Musim Semi
Mata Ilkan dipenuhi air mata
Bukit tanpa Nama
(petikan dari Haiku Matsuo Basho)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar