ada yang tersisa ketika
lelaki bercerutu itu usai
bercakap-cakap tentang
luka yang menyobek dada
para pewari luhur bijaksana
di tengah kerumunan rupa
para pecandu nyawa yang
terus ingin memusnah apa
saja yang menghadang rasa
lalu muntahkan kebencian
pada setiap penjuru jendela
agar cerita seperti ada saja
yang tak sesuai kata. jalan
jalan menjadi biang kerok
carut marut nafsu kuasa
para peneguk darah saudara
yang tak pernah tahu apa-apa
oleh tingkah para pendusta
bangsa yang gagah hanya
karena senjata.
padahal masih ada kata seindah
bunga yang dapat menyejuk rasa
mengganti duka dalam semesta
derita yang terus melanda bangsa
mengapa tak tafakkur sementara
agar aura dan benci membara reda
tak lagi menumpah darah sia-sia
di tengah pusara leluhur manusia
Lalu, bunga-bunga berguguran
hutan mengering dan gersang
tanaman di ladang jadi layu
sawah-sawah tak lagi menguning
hewan-hewan meliar keluar kandang
kota tak dialiri air dan sumber pangan
bangsa padam , negara karam
sebab bunga tak disemai di taman
kata tak berkembang cemerlang
dalam hati kepala anak-anak periang
di rumah-rumah, tempat kasih direntang
konon,di luar sana .......
senjata jadi perewang nafsu kekerasan
tuk selesaikan setiap jengkal persoalan
menangmenanglah senjata tanpa kata
di setiap jendela luka siapa saja, pergi
tinggalkan adab manusia dengan bunga
yang mampu membuka mata hati buta
by: Zulkarnain Siregar
September, 26/2010
duka bertakhta di jiwa