Lelaki dengan Lentera
aku lelaki yang datang dari utara
dari belahan bukit-bukit yang tak lagi teduh oleh pinus dan cemara
menjenguk rona senja di bibir Toba dengan berbekal lentera
ketika sunyi menjaring bunyi-bunyi semesta terasa luka
ketika deburan ombak danau bicara dalam bahasa mantra
ooo...Debata
rindu itu pula yang membawa rasa aku ke sana
rindu gubahan Nahum ketika sulim dan hasapi mengayun ombak
sejuknya Angin Danau Sitor yang menyulam sajak dari ketiak Toba
dan Pusuk Buhit yang meruwat bumi Debata Mula Jadi Na Bolon
Pada salinan lak-lak yang tersimpan di saku kemeja para tetua
pada bukit-bukit yang menyimpan sejarah marga-marga
pada tarombo dohot turiturian ni bangso batak
yang aku cerna walau dengan mengeja terbata-bata
aku lelaki yang datang dari utara
menjemput rindu tanah kelahiran yang sempat sirna dari kepala
ketika langit beranjak senja, ketika keramba ada dimana-mana
danau hampir tak berdaya, langit pun tak lagi memantulkan cahaya
biduk-biduk tak juga menari-nari diayun angin danau entah kemana
riakriak kecipak ombak yang mengiring tarian genit pora-pora makin tak terasa
ooo...Debata
biarkan aku lelaki yang datang dari utara
menyalin lagi satu-satu rindu yang membawa rasa ke sana
pada gerimis senja, pada dermaga tanpa nama, pada danau yang tak berdaya
mengulang kembali isi kepala, tentang cemara, tentang genitnya pora-pora
tentang marga-marga yang kehilangan huta dan ombak yang tak lagi mengayun biduk nelayan
sebab angin-angin utara telah mati ditelan bunyi-bunyi genta penyamun dan hirukpikuk gelondongan
oleh : Lentera Bias Jingga
09 Pebruari @duaributigabelas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar