malam larut bergelut dalam hening
tinggalkan bulan redup temaram
mengintip dari celah ranting tusam
yang meranggas,luruh dan luka birat
birat membekas pada seluruh tubuh
di bukit-bukit para datu silsilah marga
yang kini tak lagi terhalang pandang,
lapang, hingga ajal menjelang
satu-satu dedaun punah, ilalang tak
lagi merentang aral, batu-batu cadas
lunglai, rerumput tak tumbuh berpucuk
pun tiada hendak meretas tunas, sebab
batang-batang dahan berbaris pikun
di atas truk-truk yang memanggang siang
mengangkang di jalan-jalan lintas pematang
sepanjang kaki bukit toba
bawa kemana akar-akar yang disemai
leluhur memagar dinding bukit-bukit itu?
yang menjaga hari-hari menanam dan
hari-hari menebang pohon dalam somba
debata mula jadi na bolon, maknai pohon
pun memanen selaras alam merepih masa
tak seperti meluruh dedaun pinus bahkan
cemara di belantara padang yang meranggas
demi harga keserakahan, menitip petaka
bawa kemana air di pancuran yang alir-mengalir
dari lereng-lereng bukit , walau esok pagi surya
jatuh tak lagi dalam beningnya telaga mereguk dingin?
by: Zulkarnain Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar